Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 04 Agustus 2015

Mengurus Roya Tanpa "Cessie"//Surat kepada Menteri Kesehatan//Bank Persulit Nasabah (Surat Pembaca Kompas)


Mengurus Roya Tanpa "Cessie"

Orangtua kami memiliki rumah dan tanah di Pesona Depok sejak 1993 dengan kredit pemilikan rumah melalui Bank Umum Nasio- nal. Pada 12 Maret 1999, kepemilikan aset BUN di- alihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Setelah kami melunasi kredit pada 20 Maret 2000, BPPN mengeluarkan surat penghapusan roya tanah itu, ditujukan kepada kepala Badan Pertanahan Nasional Bogor. Sertifikat asli dan sertifikat tanggungan asli atas tanah sudah diambil dari BPN. Karena masa hak guna bangunan berakhir pada 2013 dan orangtua kami sudah wafat, proses perpanjangan sertifikat HGB dan penghapusan roya baru dilaksanakan ahli waris pada 2014 di Kantor BPN Depok.

Berkas permohonan roya lengkap meliputi surat permohonan, sertifikat asli, sertifikat hak tanggungan asli, fotokopi KTP, surat permohonan, dan surat kuasa. Namun, pihak BPN masih meminta akta perjanjian pengalihan hak (cessie) antara BUN dan BPPN.

Kami tak pernah menerima fotokopicessie dari BUN maupun BPPN. Kami hanya memiliki Berita Acara Serah Terima Dokumen Jaminan dan Surat Keterangan Pelunasan Fasilitas Pinjaman. Kami sudah berupaya mencari fotokopicessie, tetapi belum dapat. Kami juga menunggu pihak BPN karena tentunya memiliki cessie dari para pengaju roya lainnya. Karena fotokopi cessie belum ada, permohonan roya belum dapat diproses sampai saat ini.

Kami bertanya kepada kepala BPN, gubernur BI, dan pihak terkait lain ke mana lagi kami harus mencari cessie itu, terlebih BUN dan BPPN sudah ditutup. Apakah cessie syarat absolut dan lebih penting daripada sertifikat asli dan berita acara serah terima dokumen dari BPPN? Mohon solusi.

HIDAYAT NUH GHAZALI

Jalan Karet 59 RT 001 RW 020, Depok, Jawa Barat

Surat kepada Menteri Kesehatan

Saya Syahrul, bermukim di Lampung. Istri saya melahirkan dalam kondisi positif hepatitis B sehingga harus divaksinasi dengan suatu antibodi atauimmunoglobulin. Harganya lebih dari Rp 2 juta. Saya cari di pasaran dan semua rumah sakit di Lampung. Tidak ketemu. Jawaban mereka, "Sudah tidak ada." Di provinsi lain pun, menurut mereka, tidak ada. Menurut istilah mereka: "kosong nasional".

Informasi yang saya peroleh tentang kondisi ini: ditarik distributor untuk dialokasikan kepada Kementerian Kesehatan.

Saya juga mendapat informasi bahwa yang saya butuhkan itu ada di Dinas Kesehatan Lampung. Saya pergi ke Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dan ternyata memang ada di sana. Namun, saya tidak boleh mendapatkannya karena "diperuntukkan bagi program Kementerian Kesehatan".

Melalui surat pembaca ini, saya bertanya kepada yang berkompeten, "Di mana dan bagaimana caranya saya mendapatkan vaksin tersebut?" Mohon kebijakan Menteri Kesehatan untuk hal yang memprihatinkan bagi semua bayi yang lahir di Indonesia dengan ibu positif hepatitis B.

SYAHRUL

JL PAGAR ALAM, GANG LANDAK, PERUM SYAFIRA RESIDEN NO 4 LKI, SEGALA MIDER, BANDAR LAMPUNG

Bank Persulit Nasabah

Dengan maksud ingin mengganti perubahan alamat penagihan, saya berinisiatif memberitahukan perubahan tersebut kepada Citibank. Petugas Citiphone mengajukan beberapa pertanyaan untuk klarifikasi, tetapi ada pertanyaan konyol, seperti transaksi terakhir di mana dan pembayaran transaksi terakhir melalui apa. Nasabah diminta mengingat transaksi-transaksi yang mungkin sudah dilakukan berbulan-bulan sebelumnya. Apabila nasabah tak bisa mengingat, proses tak bisa dilanjutkan. Aneh sekali! Padahal, jika surat dari Citibank tidak bisa diterima nasabah (karena sudah pindah), yang rugi adalah pihak bank karena "pesan" mereka tidak diterima nasabah.

Hal lain menyangkut total tagihan di lembar tagihan ternyata lebih kecil dari tagihan sebenarnya. Jika nasabah tidak teliti dan membayar sesuai dengan angka di lembar itu, dapat dipastikan bahwa nasabah akan dikategorikan kurang bayar yang mengakibatkan terkena denda. Masih banyak cara yang baik dan benar meningkatkan kinerja bank.

FRANKY ARIYADI

JL MASJID AL RIDWAN, PASAR MINGGU, JAKARTA SELATAN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2015, di halaman 7 dengan judul "Mengurus Roya Tanpa "Cessie"".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger