Tanggal 8 September 2015, saya mendapat tugas perusahaan ke Jambi. Namun, karena bencana asap, penerbangan Garuda GA 0130 pada pagi hari ditunda jadi sore dan belum tentu terbang. Maka, saya putuskan pindah penerbangan ke Palembang dengan GA 114, menurut rencana dari Palembang ke Jambi naik mobil travel.
Dari bandara, saya ke kantor travel CV Ratu Intan Permata untuk perjalanan darat pukul 20.00 ke Jambi menggunakan Toyota Innova BH17xxMC dengan sopir Sdr Amir. Sambil jalan, kami menjemput dua penumpang ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang.
Namun, saat kedua penumpang itu—sepasang suami istri—sudah masuk mobil dan kami hendak meninggalkan bandara, segerombolan pengemudi taksi gelap marah dan memaki-maki Sdr Amir sambil melempari mobil dengan gelas plastik. Mereka menuduh mobil kami mencuri penumpang mereka. Padahal, kedua penumpang itu yang menghubungi travel via telepon.
Melihat situasi tidak menguntungkan, Sdr Amir memacu kendaraan ke luar bandara, tetapi apes, pintu keluar tidak bisa dibuka karena petugas parkir tidak di tempat, mungkin takut. Walhasil gerombolan pun mendatangi mobil kami.
Mereka dengan kasar menggebrak dan menendang mobil travel sambil memaki-maki dan memaksa sopir keluar. Karena khawatir, kami meminta Sdr Amir tetap di mobil.
Lalu datang petugas parkir, meminta Sdr Amir keluar untuk berdiskusi dengan jaminan tidak ada kekerasan. Namun, begitu keluar dari mobil, sopir kami dikeroyok hingga babak belur dan berdarah-darah. Maka, Sdr Amir pun lari masuk ke mobil dan menutup pintu, tetapi gerombolan ini tidak puas dan memaksa sopir keluar.
Situasi sangat mencekam dan saya melihat beberapa oknum mengambil batu untuk memecahkan kaca mobil. Akhirnya entah mengapa, gerbang bisa dibuka dan kami pun kabur. Sdr Amir melaporkan kejadian ini ke polsek terdekat (kalau tidak salah Polsek Talang Kelapa).
Saya sungguh menyayangkan kejadian ini. Terbukti tidak ada petugas keamanan yang mengamankan kami. Padahal, ini adalah bandara internasional. Bayangkan jika di dalam travel ada turis mancanegara, betapa malunya kita. Di sisi lain, bagaimana bisa moda taksi gelap mengamuk pada moda transportasi resmi, dalam hal ini travel?
Saya mengimbau pihak berwajib menanggapi laporan Sdr Amir dan turut memberantas anarkisme di bandara.
JT PRASETYO KOTA WISATA, CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR
Satpam BPJS
Senin (14/9) pukul 08.30, saya mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari petugas satpam di kantor BPJS Ketenagakerjaan Sentra Menteng Bintaro.
Selain melayani sambil merokok, ia jugangotot menolak saya mengurus di sana dengan alasan KTP saya dari Kota Depok. Saat itu, saya hendak mengurus pencairan jaminan hari tua. Setahu saya, BPJS sudah online. Teman sekantor saya—juga dengan KTP Depok—bisa mengurus di tempat yang sama.
ADHI PRATAMA PUTRA, PONDOK TIRTA MANDALA, SUKAMAJU, CILODONG, DEPOK
Sertifikat HGB Pademangan Ancol
Saya dan beberapa warga Ancol RT 007 RW 010, Pademangan, memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang habis masa berlakunya. Namun, lebih dari setahun diproses, HGB tidak kunjung dapat diperpanjang.
Tahun 2014, ketika akan memproses melalui PT Jaya Ancol, kami disarankan membayar dulu surat rekomendasinya. Maka, sejak Oktober 2014, kami telah membayar 5 persen dari total NJOP dan dijanjikan dapat diperpanjang di BPN Jakarta Utara. Namun, sampai hari ini belum juga ada kemajuan.
Bulan Juli 2015 ada kabar bahwa seharusnya biaya surat rekomendasi dibayarkan ke Pemprov DKI dan bukan ke PT Jaya Ancol. Kami telah menarik uang yang kami setor ke PT Jaya Ancol dan bermaksud membayarkannya ke Pemprov DKI. Namun, Pemprov DKI belum dapat menerima dengan alasan SK gubernur belum ditandatangani.
Kami warga Ancol 1 merasa resah dan bingung karena mandeknya perpanjangan tidak memungkinkan ganti nama jika ada transaksi jual-beli.
TONY SUSANTO, JALAN PANTAI SANUR IV/10-12, JAKARTA UTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar