Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) pada periode Januari-Juli 2015, menurut Kementerian Pariwisata, tumbuh 2,69 persen menjadi 5,47 juta orang. Periode sama tahun lalu, jumlah wisman ke Indonesia 5,32 juta orang. Devisa yang dihasilkan 5,5 miliar dollar AS.
Kenaikan jumlah kunjungan tersebut memberi harapan bahwa kebijakan bebas visa memberi hasil. Fasilitas bebas visa kunjungan (BVK) untuk 30 negara pertama berhasil menaikkan kunjungan wisatawan 15 persen. Pada awal September lalu, pemerintah menambahkan lagi 45 negara penerima BVK. Dengan demikian, total ada 90 negara penerima fasilitas BVK dari Indonesia.
Pariwisata menjadi salah satu dari lima sektor unggulan pemerintah. Selama lima tahun hingga 2019, target kedatangan wisman adalah 20 juta orang. Target tahun ini naik menjadi 10 juta wisman. Tahun 2014 ada 9,44 juta wisman dengan sumbangan devisa 9,8 miliar dollar AS.
Pariwisata memiliki sejumlah nilai lebih. Kunjungan wisman mendatangkan devisa yang semakin dibutuhkan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, merosotnya ekspor, dan defisit transaksi berjalan.
Industri pariwisata menciptakan lapangan kerja langsung dan tidak langsung melalui tumbuhnya industri terkait, seperti industri kreatif. Menyebar daerah tujuan wisata di berbagai kawasan membuka isolasi wilayah dan menimbulkan pusat pertumbuhan baru di luar Jawa. Kegiatan pariwisata yang inklusif, menyertakan partisipasi masyarakat setempat, dapat meratakan kemakmuran.
Indonesia memiliki banyak keunggulan daya tarik wisata, terutama seni dan budaya serta keindahan alam. Masyarakat kita juga toleran terhadap keberagaman. Kita bisa belajar dari pengalaman daerah, seperti Bali, dan negara lain dalam mengemas paket wisata menarik tanpa kehilangan jati diri dan merusak lingkungan serta cara meminimalkan dampak sosial negatif industri ini.
Kekurangan infrastruktur fisik disebut sebagai penghambat pengembangan pariwisata. Pada saat bersamaan, perlu konservasi kawasan tertentu agar tidak menjadi obyek turisme massal, seperti Raja Ampat di Papua Barat dan Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur.
Pada sisi lain, kita masih mendengar perlakuan kurang baik dari oknum petugas imigrasi dan penegak hukum terhadap wisman. Tantangan lain adalah soal kebersihan dan sanitasi serta tenaga terampil bidang pariwisata.
Agar berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam arti sosial dan fisik, pengembangan pariwisata tidak bisa dikotak-kotakkan secara departemental. Ini pula pesan dari Agenda 2030 Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan berkelanjutan yang ikut ditandatangani Indonesia.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Harapan pada Pariwisata".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar