Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 23 September 2015

Tajuk Rencana: Kurban dan Kepedulian Sosial (Kompas)

Kesediaan berbagi, bahkan mengorbankan sesuatu yang paling berharga dari milik kita, di tengah pelambatan ekonomi adalah cermin kebesaran kita.

Kesediaan Nabi Ibrahim "menyembelih" anaknya, Nabi Ismail, setelah mendapat perintah Allah SWT, mencerminkan kebesaran jiwa Bapak Para Rasul tersebut. Begitu juga yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail.

Menyembelih hewan kurban saat merayakan Idul Kurban, dan membagikan daging kurban antara lain kepada fakir miskin, menjadi kewajiban bagi warga yang mampu. Kesediaan berbagi seperti itu amat penting di tengah meningkatnya jumlah warga miskin, yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik periode Maret 2015 mengalami kenaikan 860.000 jiwa, menjadi 28,59 juta jiwa.

Peningkatan jumlah warga miskin itu antara lain disebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi, yang antara lain ditandai oleh merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan. Hal tersebut menyulitkan pengusaha mengembangkan usahanya dan dalam berbagai sektor usaha terjadi ancaman pemutusan hubungan kerja.

Di tengah situasi seperti itu, kesediaan berbagi dari pengusaha, pekerja, dan elite pemerintah menjadi sangat bermakna. Pengusaha rela berkorban untuk tetap menjalankan usaha tanpa berharap keuntungan berlimpah, pekerja sabar bekerja tanpa kenaikan gaji, dan elite pemerintah memastikan kondisi usaha tetap kondusif.

Dari sisi agama, selama hidup di dunia kita diminta terus memperkuat hubungan dengan Tuhan (hablun minallah) sekaligus hubungan dengan sesama (hablun minannas). Yang kita cermati, hubungan dengan Tuhan terus berkembang, yang antara lain ditandai dengan jutaan calon haji yang rela mengantre hingga beberapa tahun.

Sementara itu, dalam hubungan dengan sesama, kita cermati sedikit mengalami kendala. Itu antara lain tampak dari makin besarnya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Artinya, proses redistribusi kekayaan perlu terus digalakkan dan kepedulian kepada sesama ditingkatkan.

Kita tentu tidak ingin kehilangan momentum pesan Hari Raya Kurban ini, begitu pula dengan ratusan ribu anggota jemaah Indonesia yang melaksanakan ibadah haji. Di Mekkah, mereka akan melempar jumrah sebagai cermin penolakan terhadap setan, yang selalu ingin membawa manusia hanya menuruti nafsu.

Seluruh jemaah haji ingin meraih haji mabrur setelah pulang ke Tanah Air. Ciri-ciri haji mabrur sangat gamblang, yakni perilaku jemaah menjadi lebih baik setelah pulang dari Tanah Suci. Jika tidak berubah, jemaah haji itu disebut haji mardud.

Namun, perlu ketulusan sikap dan kesediaan menerima sesuatu yang baik dari orang lain untuk dapat mengubah perilaku. Tuhan menaruh hubungan dengan sesama sebagai kriteria haji mabrur, bertujuan agar sikap baik dan menghargai sesama menjadi semangat hidup kita.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Kurban dan Kepedulian Sosial".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

1 komentar:

Powered By Blogger