Pertemuan antara Park dan Abe itu perlu disambut baik. Oleh karena dalam pertemuan itu keduanya sepakat untuk mencoba mengakhiri kebekuan hubungan di antara kedua negara akibat sejarah masa lalu, terutama yang terkait dengan agresi militer Jepang dan perbudakan seks yang dilakukan tentara Jepang terhadap perempuan Korea pada era sebelum hingga Perang Pasifik (1910-1945).
"Permusuhan" akibat sejarah masa lalu Jepang yang gelap itu telah membayang-bayangi hubungan kedua negara selama beberapa dekade terakhir.
Sesungguhnya Jepang beberapa kali mengupayakan untuk bertemu dengan Presiden Park, tetapi ditolak dengan alasan Tokyo belum meminta maaf secara baik atas kejahatan yang dilakukan di masa lalu. Jepang menganggap masalah perbudakan seks itu sudah diselesaikan pada perjanjian normalisasi pada tahun 1965, di mana Tokyo membayar 800 juta dollar Amerika Serikat (AS) sebagai hibah kepada bekas negara jajahannya.
Sikap keras itu dapat dimengerti mengingat Park, yang terpilih menjadi Presiden Korsel pada tahun 2013, antara lain mengambil garis keras soal ganti rugi bagi perempuan-perempuan yang dilibatkan dalam perbudakan seks.
Namun, seiring dengan waktu, Seoul pun melunak. Memburuknya perdagangan antara Korsel dan Jepang yang antara lain diakibatkan oleh dinginnya hubungan kedua negara membuat Seoul menyadari pentingnya hubungan dengan Tokyo diperbaiki. Belum lagi hubungan baik Korsel-Jepang pun diperlukan untuk menghadapi ambisi nuklir Korea Utara.
Saat memulai pertemuan, Park menekankan perlunya menyembuhkan luka-luka masa lalu. Dalam pertemuan itu, kedua pemimpin sepakat untuk secepatnya menyelesaikan persoalan perbudakan seks, yang disebut Park sebagai batu sandungan terbesar dalam hubungan kedua negara.
Kepada wartawan seusai pertemuan itu, Abe mengatakan sepakat akan pentingnya menyelesaikan persoalan itu secepat mungkin. "Kita tidak boleh meninggalkan persoalan bagi generasi mendatang," kata Abe.
Seperti disebutkan di atas, kita perlu menyambut baik perbaikan hubungan di antara Korsel dan Jepang. Waktu 70 tahun adalah waktu yang lama, memelihara dendam yang berkepanjangan tidak banyak gunanya. Orang-orang yang bertanggung jawab atas aksi militer Jepang dan perbudakan seks pun sudah tidak lagi di lingkar kekuasaan.
Kita juga gembira dengan berita, tahun 2017 Korsel menggunakan buku sejarah baru, yang tidak bias ideologi, di sekolah-sekolah. Dengan demikian, diharapkan akan muncul generasi baru yang tidak lagi "memusuhi" Jepang.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Korsel-Jepang Hapus "Permusuhan"".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar