Pernyataan Donald Trump di Carolina Selatan, AS (7 Desember 2015), yang melarang warga Muslim memasuki wilayah AS, benar-benar mengejutkan dunia. Pernyataan tersebut mengungkap cara pikir yang bersangkutan.
Pertama, ternyata dia tidak benar-benar memahami kompleksitas penerapan Piagam Hak Asasi Manusia. Kedua, dia tidak memahami pergulatan banyak negara untuk memperjuangkan perdamaian dunia.
Dalam sejarah, betapa banyak agenda pertemuan para kepala negara yang berusaha menemukan solusi damai bagi dunia. Trump tidak memahami kehadiran Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Penciptaan Integritas (Justice, Peace, and Integrity Creation); atau setidaknya tak mau tahu!
Ketiga, Trump tidak jeli membedakan peristiwa sosial sebagai fenomena ideologi politik atau kegiatan keagamaan. Dia tak memahami perbedaan antara aksi politik dan agama ataupun kepentingan politik yang menunggangi agama. Pikirannya hanya terlatih untuk melihat angka-angka profit dalam bisnis. Di mata publik dunia, Trump tetap seorang pelaku bisnis (baca: pedagang), juga pada saat dia mencalonkan diri sebagai presiden negara adikuasa AS.
Dengan keprihatinan yang besar, saya berharap semoga pikiran Trump tidak mencerminkan pikiran kebanyakan orang Amerika.
ADRIANUS PRISTIONO
Kavling DKI, Meruya Selatan, Jakarta Barat
Aroma Menyengat
Saya tinggal di perumahan Duta Bandara Permai, Jatimulya, Kosambi, Tangerang Kabupaten. Saya sangat terganggu dengan bau bahan kimia yang berasal dari lokasi industri rumah tangga di sebelah tempat tinggal saya.
Saya tinggal bersama istri dan anak yang berumur empat tahun. Industri rumah tangga di sebelah rumah itu menggunakan bahan kimia resin dan fiber dengan aroma menyengat.
Hal itu sudah saya laporkan kepada ketua RT, RW, ataupun lurah setempat, tetapi tidak ada respons sama sekali. Semua pihak yang berwenang itu hanya diam saja.
Oleh karena itu, melalui surat ini, saya mohon kepada camat, wali kota, dan aparat pemerintah Tangerang untuk memperingatkan atau menindak industri rumah tangga yang menggunakan bahan kimia tersebut.
Ke mana lagi saya harus mengadu? Mohon ada belas kasihan bagi anak saya yang masih kecil, yang setiap hari harus menghirup bau bahan kimia tersebut.
YADI KURNIAWAN
Perumahan Duta Bandara Permai, Tangerang Kabupaten
Lebih atau Kurang Kapasitas?
Di halaman 4 Kompas (30/11) di rubrik Kilas Politik dan Hukum dimuat kutipan pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia soal "kelebihan kapasitas" di lembaga pemasyarakatan hingga 600 persen.
Kalau dicermati isinya, saya menangkap bahwa maksud Pak Menteri adalah sudah sangat penuh sesaknya LP di negeri ini sehingga tidak mampu lagi menampung semua penghuninya. Dengan demikian, apa yang terjadi sebenarnya bukan kelebihan kapasitas, melainkan justru sebaliknya, kelebihan penghuni yang mengakibatkan LP menjadi kekurangan kapasitas.
Ungkapan "kelebihan kapasitas" semestinya menggambarkan suatu tempat yang terlalu besar atau longgarnya LP yang tersedia akibat kurangnya jumlah penghuni. Bukan sebaliknya.
SUWARSONO
Jalan H Zaini I, Cipete Selatan, Jakarta Selatan
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas koreksi Saudara.
Hati-hati Belanja di Shenzhen
Pada 27 November 2015, kami mengikuti tur ke Hongkong, Shenzhen Macau. Tiba di Shenzhen sekitar pukul 14.00 waktu setempat. Kami menginap di Hotel Victoria. Sekitar pukul 21.00, teman saya belanja mi instan di supermarket dekat hotel.
Total belanja lebih kurang 20 yuan. Belanjaan itu dibayar dengan uang 50 yuan. Tanpa memeriksa uang kembalian, teman saya kembali ke hotel.
Keesokan harinya, setelah dilihat lebih teliti, ternyata uang kembalian yang diterima adalah dollar Hongkong. Memang kesalahan sendiri karena tidak langsung memeriksa uang kembalian karena percaya pada nama besar jaringan supermarket tersebut.
Nilai mata uang dollar Hongkong adalah 85 persen dari uang Yuan. Entah sudah berapa turis yang terkecoh. Kemudian pimpinan tur mengingatkan, kalau menerima uang kembalian di Shenzhen, mesti diperiksa lagi.
HERAWAN
Peninggaran Barat, Jakarta 12240
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Desember 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar