Memang pidato Obama hari Senin lalu menuai reaksi negatif di dalam negeri AS. Paling tidak hal itu tergambar dari hasil survei yang tidak setuju terhadap pendapat Obama tersebut dan tetap menginginkan penanganan terorisme dengan cara lama. Namun, Obama menyatakan tidak akan menggunakan cara lama "dengan mengirim pasukan ke Suriah dan Irak" untuk melawan terorisme.
Presiden AS itu akan meminta para ahli di Silicon Valley untuk membantu menangani ancaman dari kelompok militan yang memakai media sosial dan komunikasi elektronik. Bisa dipahami kalau masyarakat menginginkan tindakan yang tegas terhadap para teroris. Hal itu mengingat meningkatnya tindak kekerasan, terutama pembunuhan dengan senjata api di AS, yang diperkirakan dilakukan oleh teroris.
Namun, bisa pula ajakan Obama diterima bahwa perlu dicarikan cara dan jalan baru untuk memerangi teroris. Kelompok teroris sekarang semakin canggih. Mereka semakin sadar akan arti penting teknologi komunikasi modern. Karakter internet yang imajinatif dan delusional mudah membangkitkan semangat radikalisme.
Itu yang dilakukan NIIS. Mereka menggunakan media sosial untuk kampanye, propaganda, perekrutan anggota, dan menyebarluaskan paham. Dengan menggunakan platform media sosial yang paling baru, NIIS dapat dengan mudah menjangkau kaum muda, kelompok umur yang paling mudah dipengaruhi, yang juga lebih diinginkan karena usia muda yang berjiwa pemberontak.
Menurut studi Kyle J Greene dari Universitas Cedarville, "corak baru" dari sifat dasar media sosial seperti Twitter dan Facebook juga memungkinkan NIIS membangun jaringan dengan para rekrutan dan menyatukan rekrutan. Sebuah taktik populer yang digunakan NIIS untuk propaganda lewat media sosial adalah menggunakan "twitter boms". Dengan demikian, jumlah cuitan dan yang membaca meningkat dengan cepat.
Ini berbeda dengan strategi Al Qaeda yang menciptakan teroris "lone wolf"-teroris yang bekerja sendirian. Cara NIIS lebih mengena sasaran terutama kaum muda, yang sangat "doyan" dengan teknologi komunikasi modern. Lewat cara, jalan, ini mereka memengaruhi pikiran, membangun radikalisme, sifat-sifat pembangkangan, dan perlawanan dibungkus dogma-dogma agama.
Cara kerja NIIS inilah yang dikhawatirkan Obama, dan kekhawatiran Obama tersebut sangat masuk akal sekaligus mengingatkan kita. Sebab, bukan hanya AS, melainkan juga Indonesia, yang bisa menjadi sasaran penyebaran terorisme model baru tersebut. Karena itu, Indonesia pun tidak boleh lengah terhadap ancaman seperti itu.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Waspadai Terorisme Fase Baru".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar