Pejabat-pejabat Jepang, seperti diberitakan media massa Jepang, menyebutkan adanya peningkatan aktivitas di pangkalan peluncuran rudal balistik jarak jauh di Dongcheng-ri. Peningkatan aktivitas itu dikemukakan Jepang, merupakan pertanda bahwa Korut berencana melakukan uji coba rudal balistik jarak jauhnya.
Namun, juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan, Kim Min-seok, menolak untuk mengonfirmasi atau menyangkal pemberitaan media massa Jepang itu. Meskipun demikian, ia mengatakan, Korsel terus memantau tanda-tanda peluncuran rudal jarak jauh.
Sama seperti Jepang dan Korsel, Amerika Serikat pun secara teratur memonitor Korut dari luar angkasa. Selama ini, Korut selalu menembakkan rudal jarak jauh sebelum uji coba nuklir. Oleh karena kali ini polanya tidak begitu, Jepang, Korsel, dan Amerika Serikat pun menunggu-nunggu kapan Korut akan melakukan peluncuran uji balistik jarak jauh itu.
AS mendorong adanya respons keras PBB atas kebandelan Pyongyang itu. Washington DC mendesak Beijing untuk mengambil langkah tegas terhadap Korut yang melakukan uji coba nuklir, awal bulan ini. Namun, Beijing belum menanggapi desakan Amerika Serikat itu.
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang Korut menggunakan teknologi peluncuran rudal balistik. Namun, tahun 2012, Korut melanggar resolusi itu dengan meluncurkan satelit menggunakan roket Unha-3.
Kendati saat itu Korut berdalih tujuan peluncuran itu untuk menempatkan satelit pada orbitnya, yang merupakan bagian dari misi ilmiah, masyarakat internasional tidak percaya. Mereka menuduh peluncuran itu sebagai uji coba rudal balistik terselubung.
Sesungguhnya banyak yang menyangsikan kemampuan nuklir dan penguasaan teknologi Korut. Bahkan, foto yang menggambarkan uji coba nuklir, Desember lalu, disebut- sebut merupakan hasil proses edit yang dilakukan untuk menutupi kegagalan mereka.
Namun, menyangsikan kemampuan nuklir Korut sih boleh-boleh saja, tetapi jangan menganggap enteng tentang apa yang dapat dilakukan negara tersebut. Itu karena pemimpin negara tersebut sanggup melakukan hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan akan dilakukan, termasuk menghukum mati pamannya sendiri karena dianggap berkhianat.
Kita gembira karena AS memilih untuk menggunakan PBB dan Tiongkok, sekutu dekat Korut, untuk mendorong Korut mematuhi resolusi DK PBB. Penggunaan kekerasan untuk mendorong Korut melakukan atau tidak melakukan sesuatu hanya akan memperburuk keadaan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Kemampuan Rudal Korut Diragukan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar