Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 05 Januari 2016

Tajuk Rencana: Timur Tengah Pasca Eksekusi Al-Nimr (Kompas)

Latar belakang sejarah, orientasi politik, dan hasrat untuk kepemimpinan regional menjadi faktor yang mendasari persaingan Arab Saudi dan Iran.

Eksekusi tokoh ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr, Sabtu (2/1), telah memperburuk hubungan kedua negara.

Al-Nimr dikenal sebagai tokoh Syiah yang memimpin demonstrasi Musim Semi Arab di Arab Saudi sebelum ditangkap pada 2012. Ia dieksekusi bersama 46 orang lain, termasuk tiga warga Syiah selain Al-Nimr.

Menyusul eksekusi Al-Nimr, puluhan pemuda Iran menyerbu dan membakar kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran. Berbagai dokumen dimusnahkan.

Iran tampak geram dengan langkah yang diambil Arab Saudi. Tidak kurang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei ikut mengecam keras eksekusi, menyebut hal itu sebagai tindakan kriminal besar rezim Arab Saudi dan akan ada balasan dari langit.

Buntut semua itu, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Arab Saudi memanggil pulang diplomatnya di Teheran dan para diplomat Iran dipersilakan meninggalkan kerajaan dalam tempo 48 jam.

Perkembangan yang ada telah menimbulkan ketegangan regional. Selain antara kedua negara, protes juga dilancarkan warga Syiah di sejumlah negara di kawasan. Melihat dimensi regional ini, Uni Eropa memandang eksekusi Al-Nimr mengandung potensi bahaya.

Menanggapi hal ini, Amerika Serikat seperti disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri, John Kirby, mengatakan, terus mendorong komunikasi merupakan jalan terbaik. Pihaknya juga akan mendorong pemimpin kedua negara untuk meredakan ketegangan.

Kita menggarisbawahi pesan agar Arab Saudi dan Iran bisa menyadari betapa serius konsekuensi yang bisa terjadi jika ketegangan terus dibiarkan. Sekarang saja Pengawal Revolusi Iran sudah meneriakkan pembalasan dan menyebut bahwa eksekusi Al-Nimr akan menjadi jalan bagi jatuhnya monarki Saudi.

Kekhawatiran itu tidak mengada-ada karena selama ini Arab Saudi dan Iran selalu berseberangan dalam memandang persoalan di Timur Tengah dan keduanya selalu mendukung pihak-pihak yang berlawanan.

Rivalitas untuk menjadi negara paling terkemuka di kawasan membuat kedua negara tidak sekadar bersaing, tetapi juga menyemai benih permusuhan. Oleh sebab itu, ketika ada faktor yang bisa memicu konflik, kedua pihak semestinya memandang persoalan dari berbagai sisi. Jika kedua negara sampai berperang, kawasan yang masih menyimpan konflik dengan Israel ini akan lebih mudah berkobar.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Timur Tengah Pasca Eksekusi Al-Nimr".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger