Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 06 Januari 2016

Tajuk Rencana: Turbulensi Bursa Tiongkok (Kompas)

Dunia kembali dibuat waswas oleh perkembangan yang terjadi pada ekonomi Tiongkok menyusul anjloknya indeks saham Tiongkok, Senin.

Perdagangan saham di Shanghai dan Shenzhen sempat dihentikan menyusul anjloknya indeks hingga 7 persen pada awal perdagangan Senin. Anjloknya indeks dipicu kekhawatiran terhadap kinerja ekonomi, khususnya sektor manufaktur. Ditambah faktor geopolitik, seperti ketegangan Iran-Arab Saudi (yang memicu menguatnya harga minyak mentah), anjloknya indeks Tiongkok memicu pula aksi jual dan anjloknya indeks saham di sejumlah bursa belahan dunia lain, termasuk AS, Eropa, dan Asia.

Indeks Dow Jones di AS mengalami penurunan terbesar sejak Depresi Besar 1930, sementara S&P 500 dan Nasdaq yang terburuk sejak 2001. Sebagian analis tak menutup kemungkinan perkembangan di Tiongkok bakal memicu gejolak lebih jauh di pasar global. Pasar sendiri menunggu langkah lebih jauh yang akan ditempuh Tiongkok.

Untuk mencegah berulangnya aksi jual massal dan kejatuhan lebih jauh indeks saham, pihak otoritas dan regulator Tiongkok membatasi transaksi saham tertentu pada Selasa. Bank Sentral Tiongkok (PBOC) juga menginjeksikan likuiditas 130 miliar renminbi ke pasar guna menekan bunga kredit dan menenangkan investor ritel.

Dunia terus mewaspadai perkembangan yang terjadi pada perekonomian kedua terbesar (bahkan terbesar jika dilihat dari paritas daya beli) dunia itu, yang dampaknya berskala global. Hal ini mengingat Tiongkok dengan pertumbuhan terpesat dunia adalah lokomotif penting pertumbuhan global. Apa yang terjadi di perekonomian dan pasar negara itu akan berdampak pada perekonomian global. Sebelumnya, Tiongkok mengguncang pasar global lewat kebijakan devaluasi renminbi, Agustus lalu.

Salah satu kekhawatiran dunia saat ini adalah terjadinya hard landing(pelambatan tajam) ekonomi Tiongkok meski kekhawatiran ini oleh sebagian analis dunia dinilai agak terlalu dibesar-besarkan. Para analis ini meyakini, kendati terjadi penurunan tajam sektor manufaktur, perekonomian Tiongkok masih akan mengalami ekspansi karena pertumbuhan sektor jasa yang kini menyumbang 51 persen produk domestik bruto (PDB) Tiongkok. Sektor ini terus bertumbuh, melampaui sektor industri dan konstruksi.

Sekarang ini masih menjadi pertanyaan, apakah gejolak yang terjadi sejalan dengan transisi ekonomi Tiongkok bersifat hanya koreksi ataukah sinyal awal dari kekhawatiran lebih besar, yakni resesi ekonomi global. Kekhawatiran terjadinya pelambatan tajam ekonomi Tiongkok sendiri dipicu oleh gelembung dan overkapasitas di berbagai sektor yang terjadi di Tiongkok saat ini.

Apa yang terjadi di Tiongkok saat ini dianggap mirip dengan yang terjadi di AS pada 2008 dan Jepang pada 1991 yang dipicu krisis kredit macet sektor swasta. Rasio utang swasta terhadap PDB Tiongkok saat ini 200 persen lebih dan rasio total utang terhadap PDB 280 persen.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Turbulensi Bursa Tiongkok".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger