Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 16 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Turki Menghadapi Dua Front (Kompas)

Serangan bom truk terhadap kantor polisi di Cinar, Turki tenggara, menjelaskan bahwa ada kaitan tegas antara masalah keamanan dan politik di Turki.

Serangan bom yang terjadi di Cinar, yang menewaskan 6 orang dan melukai 39 orang lainnya, berbeda dengan serangan bom di Istanbul yang terjadi tiga hari sebelumnya. Keduanya berbeda tidak hanya dalam hal jumlah korban jiwa—serangan bom bunuh diri di Istanbul menewaskan 10 dan melukai 15 orang lainnya, korban tewas sebagian besar wisatawan asal Jerman—tetapi juga dalam hal pelaku serangan.

Menurut berita yang tersiar, serangan di Istanbul dilakukan oleh kaki tangan kelompok bersenjata Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Serangan itu dilakukan sebagai balasan atas partisipasi Turki—dengan memberikan fasilitas lapangan terbang Incirlik bagi pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat—dalam memerangi NIIS. Sementara Partai Pekerja Kurdistan (PKK) menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Cinar.

Jika benar bahwa yang melakukan serangan bom truk adalah PKK, ini berarti menyangkut masalah politik. PKK adalah masalah lama bagi Pemerintah Turki. Sudah lebih dari tiga dasawarsa PKK mengobarkan pemberontakan untuk menuntut hak menentukan nasib sendiri, menuntut otonomi yang lebih luas, atau bahkan ingin melepaskan diri dari Ankara. Pemberontakan yang dilakukan oleh PKK—yang oleh Turki dan Barat disebut sebagai kelompok teroris—sudah berkobar sejak 1984. Sejak saat itu sampai gencatan senjata yang ambruk bulan Juli lalu, konflik Pemerintah Turki dan PKK sudah menewaskan tak kurang dari 40.000 orang.

Tidak mudah bagi Ankara untuk menghadapi kedua masalah itu. Persoalan dengan PKK rasanya tidak bakal selesai kalau hanya menapaki jalan kekerasan atau dengan senjata. Tindakan tegas dengan memerangi PKK hanya akan terus memupuk permusuhan dan dendam yang akan menuntut balas. Penyelesaian masalah PKK akan lebih baik jika melewati jalan politik. Memang berat bagi Pemerintah Ankara mengakui PKK yang selama ini dicap teroris sebagai mitra berdialog dan kemudian memberikan hak politik lebih banyak kepada mereka. Namun, inilah harga yang harus dibayar untuk perdamaian.

Sementara jalan kekerasan atau jalan militer memang harus diambil Turki untuk menghadapi NIIS. Kiranya NIIS tidak bisa dihadapi secara lunak karena mereka juga menempuh jalan kekerasan dan kekejaman. Bukankah jalan kekerasan dan kekejaman tidak pernah berpihak pada kemanusiaan? Di mana-mana mereka menebar teror dan ketakutan, bahkan mengambil korban jiwa.

Inilah kondisi yang dihadapi Turki. Mereka kini harus menghadapi dua front sekaligus, yang akan menentukan masa depan Turki menjadi lebih baik atau buruk.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Turki Menghadapi Dua Front".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger