Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 04 Februari 2016

Pemisah Tambah Kemacetan//Klarifikasi Kemen-PANRB (Surat Pembaca Kompas)

Pemisah Tambah Kemacetan

Sejak dipasang separator atau pemisah jalur bus transjakarta dari beton pracetak dengan tinggi sekitar 75 cm di beberapa ruas jalan: Arteri Pondok Indah, Warung Buncit, dan lainnya, arus lalu lintas malah makin tersendat.

Dalam "teori" kapasitas jalan, apabila terdapat obstruksi lateral pada sisi samping badan jalan, terjadilah penurunan kapasitas jalan. Penurunan ini bervariasi, termasuk di antaranya tinggi obstruksi.

Saya mencoba memahami kebijakan tersebut dengan "berpikir positif", mungkin agar bus transjakarta lebih lancar dan akhirnya pemakai kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum. Namun, tepatkah pemasangan pemisah jalan itu untuk mengatasi permasalahan lalu lintas?

Aparat dan birokrat Pemda DKI Jakarta—khususnya yang merancang kebijakan itu—tampaknya perlu mengevaluasi keputusannya. Kalau dicermati perilaku berlalu lintas di Arteri Pondok Indah, ternyata setelah dipasangi pemisah jalan, jalur bus transjakarta itu tidak steril. Masih ada saja kendaraan yang masuk ke jalur itu. Di ujung jembatan layang Simprug, polisi kadang menyuruh kendaraan masuk ke jalur busway saat jalanan macet parah. Akan tetapi, bagaimana jika ada kendaraan mogok dan tidak bisa keluar jalur?

Saya melihat model pemisah jalan di Sudirman dan Kuningan, ukuran rendah/kecil ternyata lebih baik implementasinya asal penegakan hukum jalan. Pemisah yang tinggi kurang mengacu faktor keamanan, secara estetika tidak menarik, dan memboroskan uang rakyat.

SUTANTO HARSONO

Jalan Merpati 1, Bintaro Jaya, Jakarta Selatan

Klarifikasi Kemen-PANRB

Terkait dengan tulisan Sdr Miftah Thoha berjudul "Akuntabilitas Kementerian" (Kompas, 29/1/2016), kami sampaikan beberapa klarifikasi berikut:

Mengenai evaluasi akuntabilitas kinerja, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen- PANRB) bekerja antara lain berdasarkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Kami mengevaluasi penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah bukan evaluasi kinerja. Saat ini kualitas akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah masih amat lemah meski tiap tahun meningkat.

Namun, kualitas pengukuran kinerja di kementerian/lembaga/pemda juga belum sepenuhnya memenuhi kaidah ukuran kinerja yang baik. Oleh karena itu, evaluasi kinerja kami lakukan untuk memastikan bahwa penerapan sistem akuntabilitas kinerja di setiap instansi pemerintah telah sesuai standar.

Evaluasi akuntabilitas kinerja yang bersifat pembinaan ini telah dilakukan sejak 2007. Dampaknya adalah semua instansi pemerintah kini memiliki dokumen perencanaan kinerja. Mulai tahun 2012, evaluasi akuntabilitas kami publikasikan termasuk diwww.menpan.go.id. Oleh karena itu, tidak tepat apabila dikatakan evaluasi yang dilakukan Menteri PANRB tidak sesuai konstitusi.

Terkait rasionalisasi pegawai, hal ini masih merupakan wacana dan konsekuensi dari kebijakan moratorium dalam skema zero growth. Rencana rasionalisasi diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja aparatur sipil negara, mendorong efisiensi belanja, serta menguatkan kapasitas fiskal. Dengan demikian, tidak tepat jika Sdr Miftah Thoha berpandangan bahwa rasionalisasi kepegawaian akan menimbulkan masalah baru karena bukan upaya reformasi birokrasi.

Tentang organisasi pemerintahan, Kementerian PANRB telah menyusun pemetaan peran pemerintah dalam penanganan urusan pemerintahan yang berasal dari 128 undang-undang sektoral. Pemetaan akan menjadi dasar menata besaran organisasi pemerintah, sehingga tidak tepat jika dikatakan organisasi pemerintahan saat ini semakin besar dan tumpang tindih.

Terkait netralitas aparatur sipil negara dalam pilkada serentak, kami telah mengupayakan secara preventif maupun represif untuk menegakkan netralitas. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri PANRB tentang netralitas aparatur sipil negara dan larangan penggunaan aset pemerintah dalam pemilihan kepala daerah serentak, menerbitkan surat keputusan bersama Kementerian PANRB dengan Kemendagri untuk membentuk satuan tugas pengawasan, serta menerbitkan nota kesepahaman dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum dan kementerian terkait. Dengan demikian, Kementerian PANRB telah mengupayakan netralitas birokrasi dari intervensi politik.

HERMAN SURYATMAN

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger