Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 10 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Ketimpangan Kemakmuran (Kompas)

Setiap ada laporan ketimpangan kemakmuran, pertanyaan sama muncul. Apakah ketimpangan buruk? Mungkinkah masyarakat tanpa ketimpangan?

Dalam rapat koordinasi di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, pekan lalu, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menyebutkan, lonjakan ketimpangan pendapatan terbesar terjadi di perkotaan, sedangkan di perdesaan justru turun.

Di perkotaan, kenaikan ketimpangan cukup nyata, diukur memakai indeks gini, dari 0,43 pada September 2014 menjadi 0,47 pada September 2015. Di perdesaan, indeks gini turun dari 0,34 menjadi 0,27. Angka 0 pada indeks gini menunjukkan pemerataan sempurna dan sebaliknya.

Ketimpangan pendapatan bukan satu-satunya alat mengukur indeks gini. Namun, ketimpangan pendapatan memperlihatkan banyak hal: akses pada pendidikan dan kesehatan, sumber daya ekonomi, informasi, dan kekuasaan apabila diingat ekonomi rente masih terjadi. Meningkat cepatnya ketimpangan di perkotaan diperkirakan karena urbanisasi. Apabila benar, bukan tidak mungkin terjadi pemerataan kemiskinan di perdesaan.

Seperti sejarah ratusan tahun negara maju dan terus terjadi hingga kini, kota adalah tempat terjadi pertumbuhan ekonomi tercepat. Indonesia mengikuti pola yang sama. Kota kecil tumbuh dan kota besar membengkak.

Urbanisasi memberi energi pada kota apabila tenaga kerja yang datang mempunyai keterampilan yang dibutuhkan, tetapi menjadi beban apabila kapasitas pendatang tak sesuai kebutuhan. Hal terakhir itulah tampaknya yang terjadi di perkotaan kita mengingat lebih separuh angkatan kerja nasional berpendidikan SMP ke bawah, dan kota-kota kita tidak siap menampung pertambahan penduduk.

Kemakmuran merata sempurna hampir tidak mungkin, seperti juga ketimpangan sempurna. Tantangannya, bagaimana memeratakan kemakmuran, misalnya melalui alokasi belanja negara yang tepat dan pajak yang adil.

Peraih Nobel Ekonomi 2015, Angus Deaton, menyebutkan, ketimpangan dapat jadi petunjuk kemajuan karena ada orang sukses melakukan inovasi atau temuan sehingga meningkatkan kemakmuran pelakunya. Dia mengacu pada Revolusi Industri Inggris 250 tahun lalu. Inovasi di dunia digital, misalnya, melahirkan orang superkaya.

Deaton mengingatkan, ada sumber ketimpangan lain yang lebih mengkhawatirkan, yaitu salah alokasi sumber daya serta kelindan kekuasaan politik dan kekuatan uang.

Kita mengalami bagaimana elite politik dan ekonomi di pusat hingga perdesaan memainkan kekuasaan dan kekuatan uang untuk jadi lebih kaya. Inilah tantangan bersama pemerintah dan masyarakat, menjaga agar demokrasi tak dibelokkan jadi kemakmuran bagi segelintir orang.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Ketimpangan Kemakmuran".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger