Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Masa Depan Suriah Semakin Suram (Kompas)

Kegagalan perundingan damai Suriah di Geneva, Swiss, sudah bisa diduga. Sebab, kuatnya kepentingan setiap pihak yang terlibat.

Berita dari Geneva tentang kegagalan perundingan damai untuk mengakhiri konflik di Suriah sebenarnyalah tidak begitu mengagetkan. Pertanda akan kegagalan perundingan tersebut sudah mulai teraba sejak ada kesulitan menentukan siapa dari pihak oposisi yang akan diikutsertakan dalam perundingan itu.

Hal itu terjadi karena, pertama, begitu banyaknya oposisi bersenjata yang melawan rezim Presiden Bashar al-Assad; kedua, tidak adanya satu kata dan satu perjuangan dari oposisi tersebut karena perbedaan agenda yang mereka usung; ketiga, adanya tangan-tangan luar atau kekuatan luar yang mendukung oposisi bersenjata dan setiap pendukung memiliki kepentingan sendiri-sendiri yang saling bertentangan.

Situasi di Suriah, memang, benar-benar ruwet. Perang menuntut keadilan, kebebasan, peningkatan demokrasi telah berubah menjadi perang saudara, lalu perang sektarian, dan perang proksi karena terlibatnya kekuatan luar. Praktis, Suriah menjadi ajang pertarungan kekuatan luar.

Di sana, misalnya, bertemu dan bertabrakan kepentingan Amerika Serikat dan Rusia. Di sana pula ada persaingan pengaruh antara Arab Saudi serta negara-negara Teluk dan Iran. Di sana ada kepentingan Turki. Meskipun mereka bersatu, sikap dan pandangan mengenai kelompok bersenjata NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah), yang dianggap telah bertindak di luar batas kemanusiaan, mengancam negara-negara di sekitar Suriah.

Perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan itulah yang telah mendorong munculnya saling tuduh karena kegagalan perundingan perdamaian itu. Rusia yang merupakan pendukung utama Bashar al-Assad, misalnya, oleh Barat dituding menjadi biang kerok kegagalan karena terus melakukan serangan militer terhadap oposisi.

Bashar al-Assad juga menjadi penghalang berlanjutnya perundingan. Pihak oposisi secara tegas menyatakan tidak akan ada gencatan senjata sebelum transisi politik yang tidak melibatkan Bashar al-Assad. Dalam hal ini, Rusia sebagai pendukung utama Bashar al-Assad tentu tidak bisa menerima. Sikap oposisi sama dengan AS yang menginginkan tidak diikutsertakannya Bashar al-Assad.

Dengan kegagalan perundingan perdamaian, kita melihat bahwa masa depan Suriah semakin suram. Perdamaian semakin menjauh dan korban perang akan semakin bertambah, terutama rakyat sipil. Apabila perundingan terus tidak tercapai perdamaian antara oposisi dan pemerintah, kelompok NIIS, di antaranya, yang akan diuntungkan. Perdamaian akan tetap sulit tercapai kalau kepentingan asing masih besar pengaruhnya di negeri itu. Bisa-bisa, pada akhirnya, Suriah akan terpecah belah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Masa Depan Suriah Semakin Suram".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger