Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 01 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Pola Komunikasi Menteri (Kompas)

Silang pendapat antarmenteri Kabinet Kerja bisa memengaruhi persepsi publik tentang soliditas pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Situasi ini jelas tidak menguntungkan. Di tengah gencar dan konsistennya pembangunan infrastruktur yang dilakukan Presiden Jokowi di beberapa tempat di tanah air, membaiknya Indeks Persepsi Korupsi, penegasan lembaga pemeringkat Moody's Investor Service bahwa Indonesia masuk dalam peringkat layak investasi (investment grade) kegaduhan para menteri itu disesalkan. Jika tidak dikelola dengan baik, hal itu bisa kontraproduktif.

Secara politik, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi magnet bagi partai politik. Setelah Partai Amanat Nasional menyatakan bergabung dengan pemerintah, Partai Golkar pun menyatakan mendukung pemerintah. Menyusul Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz yang juga menyatakan dukungannya kepada pemerintah. Namun manuver politik itu harus ditanggapi hati-hati oleh Presiden.

Beberapa fakta di atas merupakan modal sosial yang dimiliki Presiden Jokowi. Sayang jika modal sosial itu diganggu oleh silang pendapat di antara menteri yang notabene pembantu Presiden. Silang pendapat yang mencuat di ruang publik itu misalnya tampak dalam rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, pengelolaan Blok Masela, perpanjangan kontrak Freeport, soal impor beras dan isu lain. Perbedaan pendapat para menteri itu dibaca publik sebagai polarisasi dan afiliasi kepentingan para menteri yang harus diatasi Presiden.

Perbedaan pendapat antarmenteri mungkin disebabkan cara pandang dan pendekatan berbeda, atau lebih karena alasan rivalitas personal, seharusnya bisa diselesaikan di dalam pemerintahan. Itulah pekerjaan rumah Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri Koordinator untuk mengendalikan para menterinya.

Para menteri adalah pembantu Presiden. Para menteri hanya menjalankan visi dan misi Presiden, dan bukan menjalankan misi atau agenda mereka sendiri. Presiden sendiri sudah menyadari situasi dan sudah memperingatkan para menterinya untuk menjaga etika berkomunikasi dan tidak saling mengomentari atau menanggapi menteri lain. Perbedaan pandangan sah saja, tetapi sebaiknya itu terjadi di dalam rapat-rapat kabinet dan Presidenlah pemberi kata akhir.

Presiden Jokowi perlu menunjukkan kepemimpinannya dalam mengelola pembantunya, termasuk lingkaran dalamnya. Seperti pernah dikatakan Presiden sendiri, tidak ada visi dan misi menteri, yang ada hanyalah visi dan misi Presiden. Sesuai dengan konstitusi, Presiden penanggung jawab jalannya pemerintahan, bukan para menteri.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Pola Komunikasi Menteri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger