Labora Sitorus, mantan anggota Polres Raja Ampat, Papua Barat, sempat membuat geger karena mempunyai rekening tak wajar sebesar Rp 1,5 triliun. Di Pengadilan Negeri Sorong, Labora divonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Dia hanya dinyatakan terbukti melakukan pembalakan dan menimbun bahan bakar minyak. Namun, pada tingkat Mahkamah Agung, majelis hakim agung menghukum Labora dengan hukuman 15 tahun penjara.
Meski sudah divonis MA, eksekusi terhadap Labora tak kunjung dilakukan. Disebut-sebut ada pihak tertentu yang melindungi Labora. Baru pada 21 Februari 2015, Labora ditahan di LP Sorong.
Sepekan ditahan, Labora keluar tahanan karena memerlukan perawatan medis. Setelah itu Labora tak pernah kembali lagi ke LP Sorong. Labora kabur ketika petugas kepolisian hendak mengeksekusi Labora dan memindahkannya ke LP Cipinang.
Kaburnya Labora merupakan tamparan bagi pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yang membawahkan LP Sorong. Perlu ada investigasi menyeluruh terhadap siapa pun yang terlibat dalam upaya melindungi dan membantu Labora untuk melarikan diri. Bukan kali ini saja Labora berulah dan mempertontonkan ketidaktaatannya kepada hukum.
Kita dukung langkah Kapolda Papua Barat Brigjen (Pol) Royke Lumowa yang akan memidanakan semua pihak yang terbukti menyembunyikan Labora. Pencarian Labora merupakan prioritas utama, tetapi menyelidiki siapa-siapa yang terlibat untuk melindungi Labora adalah juga pekerjaan penting.
Mengacu pada keterangan Fredy Fakdawer, bekas juru bicara Labora, ada sejumlah pihak yang membantu Labora menghindari pemindahan dirinya ke LP Cipinang. Pengakuan Fredy ini patut ditelusuri lebih jauh.
Negara tidak boleh kalah melawan para mafia yang mengelilingi Labora. Perlakuan istimewa yang diperoleh Labora patut diduga karena dia punya jaringan dengan pengaruh besar di jajaran penegak hukum di Sorong. Kekuatan uang yang dimilikinya dan tidak disita untuk negara bisa dipakai untuk mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Jaringan itu harus dibongkar karena negara tidak harus dipermainkan oleh Labora Sitorus.
Kekuatan uang tak boleh membeli hukum atau aparat hukum. Saatnya Presiden Joko Widodo juga perlu mengevaluasi pembinaan di lembaga pemasyarakatan yang bermasalah.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Negara Tidak Boleh Kalah".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar