Kita katakan "pembuktian" karena kita dan tentu banyak pihak pencinta damai tidak menginginkan KTT terjebak dalam sekadar perhelatan akbar, sebagaimana banyak pertemuan yang diakhiri dengan dikeluarkannya seruan politik dan deklarasi. Banyak KTT yang diakhiri dengan seruan politik atau deklarasi, tetapi sebatas seruan dan tidak ada tindakan konkret.
Karena itulah, kita berharap setelah seruan politik dan deklarasi ada tindakan yang lebih konkret. Memang, tidak mudah menyelesaikan masalah Palestina; tidak mudah menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina yang sudah melampaui abad itu.
Kita semua mencatat, sudah berapa banyak perundingan dilakukan oleh negara-negara besar, bahkan melibatkan PBB, tetapi belum juga mampu mengakhiri konflik. Begitu banyak resolusi yang diterbitkan Dewan Keamanan PBB, tetapi nyaris resolusi-resolusi tersebut tidak bertuah. Berapa banyak perundingan yang telah ditandatangani, tetapi permusuhan dan konflik yang sudah melampau abad itu tidak pula menemui titik akhir.
Ada sekurang-kurangnya enam masalah yang belum bisa disepakati antara Israel dan Palestina. Keenam masalah itu adalah menyangkut status Jerusalem, pengungsi, perbatasan, keamanan, permukiman, dan akses terhadap sumber daya air. Keenam masalah itu akan menjadi pokok bahasan KTT Luar Biasa yang akan diselenggarakan pada 6 dan 7 Maret ini di Jakarta. Apakah OKI mampu memberikan tawaran baru penyelesaian terhadap keenam masalah itu? Kita belum tahu, tetapi berharap OKI mampu melakukan terobosan.
Selain masalah tersebut, ada persoalan yang tidak kalah rumitnya, yakni menyangkut persatuan Palestina. Hingga kini ada ketidakkompakan antara Fatah dan Hamas. Hal ini tentu sangat melemahkan posisi tawar dalam menghadapi Israel. Di sini, peran OKI—dan juga Indonesia yang dipercaya Palestina—sangat diharapkan. Inilah kesempatan bagi OKI untuk menghidupkan lagi pembahasan masalah Palestina, yang akhir-akhir ini seperti dilupakan.
OKI memang tidak bisa berjalan sendiri. Namun, suara OKI akan menambah dan memperkuat usaha yang sudah dilakukan PBB dan juga banyak negara, untuk mengakhiri konflik dan menciptakan perdamaian di Timur Tengah.
Bagi OKI, membantu menyelesaikan masalah Palestina adalah sebuah "pelunasan utang sejarah". Hal itu mengingatkan bahwa OKI didirikan antara lain sebagai jawaban serangan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa di Jerusalem. Sementara bagi Indonesia, KTT ini menjadi momentum untuk menunjukkan kesungguhannya mendukung perjuangan dan kemerdekaan Palestina.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Palestina, Utang Sejarah OKI".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar