Kita katakan simpatik, tentu dalam konteks untuk mengakhiri perselisihan, permusuhan, dan peperangan yang sudah menewaskan lebih dari 250.000 orang. Barangkali ini adalah jalan untuk mengakhiri peperangan yang sudah berlangsung selama lima tahun. Peperangan yang hanya menghancurkan negeri, yang menyengsarakan rakyatnya—jutaan warga Suriah terpaksa mengungsi tidak hanya keluar kampung halaman, tetapi bahkan ke negara lain, ke Eropa—yang menenggelamkan Suriah dalam jurang derita yang sangat dalam.
Langkah Bashar al-Assad adalah sebuah langkah mundur—bagi dirinya sendiri—tetapi maju untuk negerinya. Ia bersedia memaafkan semua lawannya. Kalau tawaran itu diterima, sebenarnyalah Bashar al-Assad telah memenangi peperangan.
Akan tetapi, sangat boleh jadi, tawaran tersebut tidak akan serta-merta diterima, disetujui oleh lawan-lawannya, oleh kelompok oposisi yang selama ini mengangkat senjata melawan dirinya. Bagi mereka, setelah perjalanan panjang, yang terpenting adalah minggirnya atau turunnya Bashar al-Assad dari puncuk pemimpin Suriah.
Penggantian rezim merupakan tujuan akhir dari kelompok oposisi, sejak semula. Sikap dan pendirian oposisi ini didukung oleh AS dan negara-negara Arab. Bagi mereka, minggirnya Bashar al-Assad dari percaturan politik Suriah adalah syarat mutlak bagi terciptanya perdamaian. Namun, Rusia bersikap sebaliknya. Rusia adalah pendukung utama pemerintahan Bashar al-Assad.
AS dan Rusia, akhirnya, bersepakat untuk tidak mempersoalkan Bashar al-Assad dulu sebagai syarat pertama untuk pelaksanaan perundingan perdamaian. Perundingan perdamaian sudah dilaksanakan, dan bahkan gencatan senjata telah pula disepakati, meskipun masih juga terjadi pelanggaran kesepakatan gencatan senjata.
Kembali kepada tawaran amnesti dari Bashar al-Assad. Sebenarnya, tawaran amnesti itu merupakan pintu masuk bagi terciptanya persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena bersatunya semua komponen bangsa, seluruh rakyat Suriah, menjadi syarat mutlak untuk bisa menghadapi kelompok bersenjata yang menyebut dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah.
Jika pemerintah dan kelompok oposisi masih bermusuhan, hal itu memberikan peluang bagi NIIS untuk terus berkiprah dan pada gilirannya akan mempercepat keruntuhan Suriah. Baru setelah berhasil menghabisi NIIS secara bersama-sama, maka perlu disusun aturan, konstitusi baru, yang akan menjadi panduan langkah Suriah ke depan, termasuk dibicarakan tentang posisi dan nasib Bashar al-Assad.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Tawaran Amnesti Bashar al-Assad".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar