Dalam pertemuan puncak NSS di Washington DC, yang ditutup pada Jumat (1/4), para peserta NSS berkomitmen memperkuat arsitektur keamanan nuklir global menjadi lebih komprehensif. Komitmen tersebut dituangkan dalam bentuk instrumen hukum, mendorong peran aktif organisasi internasional, dan perhatian terus-menerus.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengajak semua pemimpin delegasi bekerja sekuat tenaga untuk mencegah teroris mendapatkan bahan nuklir. "Jika akses itu dapat ditembus jaringan teroris, para teroris dapat menggunakannya sebagai senjata pemusnah massal."
Menurut dia, kemungkinan jaringan teroris mendapatkan akses bahan nuklir masih terbuka karena warga dari banyak negara kini banyak yang bergabung dengan jaringan teroris, terutama sebagai milisi Negara Islam di Irak dan Suriah.
Kita sepenuhnya mendukung kesepakatan negara-negara peserta NSS karena dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika teroris menggunakan bahan baku nuklir sebagai senjata pemusnah massal. Tanpa senjata pemusnah massal saja, aksi terorisme sudah sedemikian mengerikan.
Meskipun demikian, sesungguhnya yang harus dicegah itu bukan hanya akses nuklir ke teroris, melainkan juga akses ke beberapa negara tertentu yang memiliki potensi untuk mengembangkan persenjataan nuklir.
Kita tidak dapat menyerahkan persoalan itu hanya kepada Amerika Serikat, yang dalam beberapa kesempatan memiliki standar ganda dalam menyikapi negara-negara tertentu yang jelas-jelas diketahui mengembangkan persenjataan nuklir. Negara-negara peserta NSS harus secara bersama-sama menjaga agar akses bahan nuklir kepada teroris dapat dicegah dan menjaga agar negara-negara tertentu yang memiliki akses bahan nuklir tidak menyalahgunakannya.
Kita menyayangkan Rusia yang pada tahun ini memboikot NSS. Padahal, kehadiran Rusia, yang disebut-sebut sebagai salah satu negara produsen uranium terbesar di dunia, sangat diperlukan dalam NSS. Selain untuk mengimbangi Amerika Serikat, dengan hadir dalam NSS, Rusia pun terikat dengan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam NSS.
Sebagai salah satu negara peserta NSS, Indonesia pun tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan langkah konkret. Indonesia menjadi salah satu negara pelopor yang tidak lagi menggunakan bahan baku nuklir uranium dengan pengayaan tinggi (HEU) yang dapat digunakan untuk membuat bom nuklir. Indonesia mengubah HEU menjadi uranium dengan pengayaan rendah (LEU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar