Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 04 April 2016

TAJUK RENCANA: Jangan Pernah Lelah (Kompas)

Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir pekan lalu mengejutkan kita. Mengapa tidak pernah ada efek jera?

Dalam satu hari itu, KPK menggelar operasi tangkap tangan untuk dua kasus berbeda. Pertama, KPK menangkap Manajer Senior PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno dan Direktur Keuangan Sudi Wantoko serta Marudut yang menjadi tersangka. Uang suap ditemukan untuk menghentikan penyelidikan tindak korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sejumlah ruangan di Kejati DKI Jakarta digeledah. Namun, belum ada jaksa yang menjadi tersangka. Ini memang menjadi pertanyaan.

Operasi tangkap tangan kedua dilakukan KPK dan menetapkan Ketua Komisi D DPRD Jakarta M Sanusi dan karyawan PT Agung Podomoro Land (APLN) Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Setelah penangkapan itu, Presiden Direktur PT APLN Ariesman Widjaja menyerahkan diri dan ditahan KPK. Pihak PT APLN diduga menyerahkan uang suap untuk memengaruhi pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil kepada Sanusi.

Suap dan korupsi tampaknya sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Situasi itu kian menjadi-jadi karena sanksi hukuman terhadap kasus korupsi terlalu ringan. Harian ini menyebutkan, tahun 2013, vonis terpidana korupsi rata-rata 2 tahun 11 bulan, sedangkan tahun 2015 hanya 2 tahun 2 bulan. Vonis itu jelas tidak sebanding dengan uang negara yang dikeruk dari hasil korupsi.

Harian ini pada 14 September 1965 menulis tajuk rencana berjudul "Pentjolengan Ekonomi". Harian ini menulis, "Soal pentjoleng ekonomi sekarang, ramai dibitjarakan lagi. Dibitjarakan lagi, sebab sudah pernah bahkan sering hal itu didjadikan bahan pembitjaraan. Jang ditunggu oleh rakjat sekarang bukan 'pembitjaraan lagi', tapi tindakan konkret."

Kita angkat lagi Tajuk Rencana harian ini, yang ditulis 51 tahun lalu, di tengah keprihatinan bangsa soal terus merebaknya korupsi. Artinya, korupsi tetap saja menjadi bagian dari perilaku kehidupan sehari-hari. Menerima suap, uang komisi, uang semir, tetap saja menjadi bagian dari penegakan hukum kita yang transaksional.

KPK tidak boleh lelah memberantas korupsi. Namun, kita juga meyakini menumpukan pemberantasan korupsi hanya pada KPK tak akan menyelesaikan masalah korupsi pada bangsa ini. Dalam sistem peradilan pidana korupsi dibutuhkan kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Dibutuhkan hakim yang progresif dan terpanggil untuk mengatasi penyakit korupsi. Menjatuhkan hukuman ringan dengan tidak menyita harta kekayaan yang diduga hasil korupsi hanya akan membuat koruptor berjaya. Dan peran yang penting itu adalah korps kekuasaan kehakiman.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 April 2016, di halaman 6 dengan judul "Jangan Pernah Lelah".



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger