Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 April 2016

TAJUK RENCANA: Sinkronisasi Aturan Amnesti Pajak (Kompas)

Upaya menerobos kemandekan pembahasan RUU Pengampunan Pajak terus dilakukan pemerintah, salah satunya melalui sinkronisasi berbagai peraturan UU.

Pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang awalnya diharapkan selesai akhir April 2016 terkendala belum adanya kesamaan persepsi terkait RUU itu, khususnya menyangkut aspek manfaat, aspek keadilan, dan aspek legal, sehingga diperlukan koordinasi dan sinkronisasi guna menghindari kemungkinan persoalan di kemudian hari. Salah satunya, sinkronisasi dari aturan perundangan.

Di satu sisi, gagasan UU Pengampunan Pajak (PP) muncul dari kebutuhan jangka pendek menambal APBN (pajak) sehingga ada tekanan untuk menyegerakan pembahasan dan pengesahannya. Di sisi lain, ada potensi UU ini bertabrakan dengan aturan yang ada, seperti UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Perbankan, dan UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Langkah Presiden Joko Widodo mengundang pimpinan penegak hukum adalah strategi yang tepat. Dari pertemuan sinkronisasi yang berlangsung dengan Kejaksaan Agung, Polri, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan juga pernyataan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, kita menangkap satu benang merah dan semangat sama untuk memastikan kebijakan bisa dijalankan melalui pemberlakuan UU yang bersifatlex specialis, yang bisa mengesampingkan aturan UU lain.

Kita juga melihat ada upaya untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak (WP) yang ingin memanfaatkan insentif ini agar bersedia merepatriasi dananya tanpa mengabaikan aspek penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana, seperti pencucian uang. Dalam kaitan penegakan hukum, misalnya, ditegaskan pengampunan hanya diberikan sekali hingga batas waktu yang ditentukan, dan setelahnya akan ada pengenaan sanksi lebih berat bagi WP nakal. Jaminan data pelapor tak dipakai untuk penyelidikan terkait korupsi, dipandang juga perlu untuk diberikan.

Meskipun demikian, juga ditegaskan pentingnya mengawasi aparatur pajak sebagai pelaksana agar insentif ini tak disalahgunakan lewat kongkalikong dengan WP nakal. Prinsip tegas, jelas, dan tak multitafsir, seperti ditekankan KPK, menjadi penting untuk menjamin pemberian pengampunan pajak yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Penting pula dipertegas kriteria WP, jenis pajak, dan sumber penghasilan yang layak dapat pengampunan pajak. Jangan sampai UU PP menjadi "karpet merah" bagi pengemplang pajak atau pencucian uang. Dengan demikian, bukan hanya aspek manfaat terpenuhi, melainkan juga keadilan dan penegakan hukum. Kebutuhan untuk memastikan UU yang tegas, adil, dan tak multitafsir mungkin menyebabkan sedikit penundaan dalam pembahasan dan pengesahan UU itu. Namun, lebih baik sedikit tertunda ketimbang terburu-buru, tetapi menyisakan banyak persoalan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 6 dengan judul "Sinkronisasi Aturan Amnesti Pajak".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger