Padahal, menurut rencana, mulai tahun 2017 sesuai UU, semua pemerintah daerah (pemda) wajib mengalokasikan minimal 20 persen dari APBD. Penjelasan Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi, pekan lalu, menunjukkan belum seriusnya pemda membenahi sektor pendidikan.
Data yang ditunjukkan menengarai ketidakpedulian dan ketidakseriusan pemda. Faktor alokasi dana amat tergantung dari faktor kepemimpinan di daerah, selain menyangkut dana, juga seberapa jauh pemerintah bisa bekerja sama dengan masyarakat. Pada tahun 2015, hanya Pemprov DKI Jakarta yang mengalokasikan 18,7 persen APBD-tertinggi dari yang lain, semua di bawah 10 persen. Dana memang bukan satu-satunya faktor keberhasilan, tetapi dalam kenyataan merupakan faktor terpenting.
Ketika sejumlah persoalan klasik, seperti ujian nasional, kurikulum, sertifikasi guru-sekadar contoh-diutak-atik terus dan nyaris jadi wacana berkepanjangan, jangan-jangan persoalan pokoknya terletak pada kurangnya kepedulian dan keseriusan. Praksis pendidikan memanginherent sebagai kegiatan politik, tetapi ketika pertimbangan dan kepentingan politik jadi acuan, kondisi itulah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita.
Membereskan segala persoalan secara serentak tentu tidak mungkin. Meningkatkan peringkat literasi kita dari nomor 60 ke 59 saja tidak cukup secara apologetis, taruhlah menyampaikan apa saja yang sudah kita lakukan. Membereskan masalah guru dengan program sertifikasi yang maju-mundur atau janji pengangkatan semua guru honorer jadi PNS hanya mendulang protes dan menumpukkan persoalan baru.
Apakah contoh-contoh di atas ujung-ujungnya duit? Tidak juga! Dana hanya turunan dari kepedulian dan keseriusan. Taruhlah di tahun 2017 nanti semua pemda menaikkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD masing-masing, tanpa reformasi birokrasi, pemanfaatannya tidak akan tepat sasaran.
Korupsi yang disebabkan keserakahan dan godaan memanfaatkan peluang potensial mudah terjadi ketika birokrasi karut-marut. Ketika hari-hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi makin giat, makin banyak pula kasus-kasus korupsi terkuak ke permukaan. Dan, ketika birokrasi sekadar asal jalan dan tidak ada reformasi, sangat potensial anggaran pendidikan jadi lahan baru koruptor.
Tanggal 2 Mei, hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara sebagai Hari Pendidikan Nasional, perlu kita jadikan momentum menyegarkan kembali kepedulian dan keseriusan mengembangkan masa depan generasi penerus.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Komitmen 20 Persen Anggaran".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar