Kekuasaan Maduro sebagai penerus gerakan neososialisme yang dipelopori mendiang Presiden Hugo Chavez kini terancam oleh gerakan penggulingan oposisi. Kaum oposisi sedang menggalang tanda tangan rakyat sebagai syarat referendum untuk menjatuhkan Presiden Maduro, yang dituduh gagal dalam pembangunan ekonomi.
Peluang penyelenggaraan referendum semakin terbuka lebar karena rakyat antusias mendukung gerakan oposisi. Sekitar 2 juta tanda tangan sudah terkumpul, jauh melampaui di atas 200.000 tanda tangan yang diperlukan. Nasib Maduro, yang berkuasa sejak 2013, kini tergantung pada komisi pemilihan umum untuk menerima atau menolak usul referendum oposisi.
Jika usul referendum diterima, kekuasaan Maduro tampaknya hanya tinggal menghitung hari. Namun, segera terlihat pula bagaimana Maduro yang terpilih untuk masa jabatan sampai tahun 2018 mati-matian ingin mempertahankan kekuasaannya. Tidak tanggung-tanggung, Maduro mengancam akan menggalang mogok massal bahkan pemberontakan jika referendum dilaksanakan.
Pertarungan politik tampaknya semakin keras. Belum segera diketahui bagaimana klimaks dari pertarungan ini. Namun, popularitas Maduro turun drastis karena persoalan ekonomi, yang antara lain disebabkan harga minyak di pasar dunia turun. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, sementara jam kantor bagi pemerintah dibatasi dua hari dalam sepekan karena krisis listrik.
Kelangkaan listrik termasuk sangat absurd bagi Venezuela sebagai salah satu negara penghasil minyak utama dunia. Krisis listrik lebih memperlihatkan salah urus karena negeri itu mengandalkan waduk, yang mudah terancam kering, untuk pembangkit tenaga listrik, sedangkan minyak melimpah.
Pergolakan di Venezuela kembali memperlihatkan betapa krisis ekonomi memengaruhi kehidupan politik. Tidak sedikit pemimpin dalam sejarah tumbang karena krisis ekonomi. Posisi kekuasaan Maduro yang terjepit telah menimbulkan pertanyaan pula tentang masa depan gerakan neososialisme di Venezuela bahkan di kawasan Amerika Latin. Lebih-lebih karena Maduro dikenal sebagai penerus gerakan neososialisme yang dilancarkan Hugo Chaves, yang berkuasa tahun 1999-2013.
Pertanyaan tentang nasib neososialisme semakin keras karena penganjur neososialisme lainnya, Presiden Brasil Dilma Rousseff, sedang menghadapi proses pemakzulan atas tuduhan korupsi. Nasib Rousseff akan ditentukan dalam sidang Senat 11 Mei mendatang. Dari kasus Rousseff dan Maduro, gerakan neososialisme di Amerika Latin diharapkan akan mendapat keseimbangan baru.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Krisis Ekonomi dan Politik Venezuela".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar