Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Juni 2016

Mentor dan Guru//SNMPTN (Surat Pembaca Kompas)

Mentor dan Guru

Beberapa jam sebelum ke Moskwa, 30 Maret lalu, saya sempat makan siang dengan Sabam Siagian di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. Bicaranya masih tegas, ingatannya masih tajam, hanya tubuhnya tampak melemah. Itulah pertemuan terakhir saya dengan Sabam.

Perlahan dia mengeluarkan kliping harian The Australian terbitan November 1991, beberapa hari setelah insiden Santa Cruz. Artikel Greg Sheridan, sahabat kami, ibarat oasis di tengah padang pasir. Ketika hampir semua media Australia menghujat Indonesia atas insiden itu, Greg mengatakan bahwamoralizing Indonesia bukanlah kepentingan Australia. Sabam bercerita, dia membawa lima eksemplar The Australian ke Jakarta saat dipanggil Menlu Ali Alatas.

Begitu rapinya dia menjaga dokumen yang berumur lebih dari seperempat abad itu. Selanjutnya Sabam mengeluarkan catatan berisi delapan poin untuk saya yang akan bertugas di Rusia, antara lain ia mengingatkan agar Rusia tidak terlalu fokus dengan Timur Tengah (Suriah) dan mulai melihat Asia Pasifik yang sangat menjanjikan dari kepentingan geopolitik. EngagementRusia di kawasan Asia Pasifik juga akan menguntungkan secara ekonomis. Saya hanya bisa mengamini.

Kami berbincang tentang masa lalu ketika bersama-sama di Canberra awal 1990-an. Sabam tak seperti yang selama ini saya dengar—keras, pemarah, arogan—sehingga hampir semua pegawai KBRI Canberra waswas menyambutnya. Sebagai diplomat pemula, saya pasrah saja. Ternyata Sabam sangat egaliter, kurang memperhatikan order of precedence. Para senior saya selalu mewanti-wanti agar diplomat muda lebih banyak mendengar serta tidak banyak bicara. Sabam mengubahnya. Ia mempersilakan semua diplomat menyatakan pendapat pada rapat pertamanya di KBRI.

Suatu ketika Sabam memberi instruksinyeleneh. "Bung Wahid, kau datang ke Press Gallery di Parliament House,nongkrong di sana!" Kebingungan saya bertanya, "Apa yang harus saya lakukan, Pak?" Dengan ketus ia jawab, "Kaunongkrong saja, perhatikan tingkah laku para wartawan."

Ketika saya kembali, dia bertanya, "Apa yang kau dapat, Bung?" Saya jawab, "Saya cuma melihat para wartawan sibuk, mengambil bahan siaran pers, sebagian langsung dibuang dan sebagian diambil masuk ke ruang kerja."

"Itulah, wartawan pada hakikatnya manusia, punya naluri malas," kata Sabam. "Jadi, kalau Bung buat press release, buatlah yang pendek, concise,dan rapi. Semakin panjang release, semakin besar kemungkinan dibuang."

Selamat jalan Pak Sabam, mentorku dan guruku.

M WAHID SUPRIYADI

Dubes RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus (pendapat pribadi), Moskwa

SNMPTN

Ada berbagai jalur masuk perguruan tinggi negeri, termasuk jalur undangan yang disebut jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).

Jalur ini memberikan kesempatan bagi semua siswa SMA untuk memperoleh pendidikan tinggi berdasarkan nilai akademik selama tiga tahun bersekolah. Sekolah yang berhak bisa mendaftarkan muridnya untuk mendapatkan kesempatan ini.

Tahun 2016 pemerintah membuat regulasi baru, yaitu untuk sekolah berakreditasi A mendapatkan kuota 75 persen untuk murid terbaiknya, berakreditasi B 50 persen, berakreditasi C 20 persen, dan kuota 10 persen untuk akreditasi lainnya.

Kesempatan ini sangat diharapkan siswa karena memudahkan mereka meraih bangku kuliah yang mereka impikan. Namun, kenyataannya, sampai penerimaan kuliah 10 Mei lalu, masih banyak siswa yang tidak mendaftar ulang setelah diterima di kampus yang mereka pilih.

Hal ini membuat kecewa beberapa universitas, termasuk Universitas Jember, Jawa Timur, sehingga 320 calon dinyatakan gugur. Beberapa siswa mengirim surat ke universitas, memberikan alasan mengapa tidak mendaftar ulang—misal karena diterima di perguruan tinggi dengan ikatan dinas—tetapi lebih banyak lagi yang menghilang tanpa kabar.

Hal ini selalu terjadi setiap tahun dan sangat disesalkan karena membuat kuota berkurang dan menutup peluang bagi orang lain yang lebih membutuhkan. Beberapa universitas mengirim surat teguran kepada sekolah terkait dan menutup beberapa jalur untuk jurusan tertentu karena banyaknya siswa yang menyia-nyiakan kesempatan.

Untuk pendaftaran SNMPTN selanjutnya, para siswa diharapkan benar-benar mempertimbangkan pilihan dan bertanggung jawab atas pilihannya. Dengan demikian, tidak ada pihak lain yang dirugikan.

CHENDY SONIA EM

Perumahan Pondok Wage Indah 1, Sidoarjo, Jawa Timur

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger