Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 27 Juni 2016

TAJUK RENCANA: Retorika Saja Tidak Cukup (Kompas)

Retorika pemimpin bangsa untuk memberantas narkotika tidak diragukan lagi. Namun, realitas menunjukkan, retorika saja tidak cukup.

Hari Minggu, Presiden Joko Widodo berbicara dalam bahasa lebih terang. Kita kutip pernyataan Presiden Jokowi, "Saya tegaskan sekali lagi kepada seluruh kapolda, jajaran polda, jajaran polres, polsek, semuanya kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hantam mereka, kalau undang-undang memperbolehkan 'dor' mereka."

Substansi pidato Presiden Jokowi sama dengan presiden sebelumnya. Yang membedakan adalah pilihan kata Presiden Jokowi, yang lebih langsung, seperti "hajar mereka", "hantam mereka", dan "dor" jika undang-undang memungkinkan. Tidak ada elaborasi lebih jauh soal frase "jika undang-undang memungkinkan". Undang-undang memang belum memberikan ruang untuk tembak di tempat. Sistem peradilan pidana merupakan jalan untuk penegakan hukum kasus narkotika.

Kegeraman pemimpin bangsa terhadap maraknya peredaran narkotika bukan kali ini saja. Pada Selasa, 1 November 1971, Presiden Soeharto mengingatkan soal narkotika sudah memasuki tahap serius. "Kita harus selamatkan generasi muda, jangan sampai mereka telanjur tenggelam dalam soal narkotika ini."

Tiga puluh tahun kemudian, Presiden Abdurrahman Wahid mengemukakan, peredaran narkotika sudah menjadi bencana nasional (Kompas, 13 Mei 2000). Presiden Megawati Soekarnoputri, Senin, 29 Oktober 2001, mengatakan, "Terakhir saya malah meminta agar pelaku tindak kriminal terhadap kemanusiaan (narkotika) itu dijatuhi hukuman mati." Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato peringatan Hari Antinarkotika Internasional 2006 mengemukakan, "Pemerintah tidak akan berhenti memberantas kejahatan narkotika demi menyelamatkan generasi mendatang. Untuk itu, pemerintah tidak akan mengabulkan permohonan grasi terpidana narkotika."

Nyatanya, peredaran narkotika tetap dalam kondisi darurat. Seperti dikatakan Presiden Jokowi, kerugian material kurang lebih Rp 63 triliun. Sebanyak 40 sampai 50 pemuda meninggal karena narkotika.

Kita garis bawahi pernyataan Presiden Jokowi, bahwa semua itu harus dihentikan. Presiden memiliki otoritas mengajukan revisi terhadap UU Narkotika dengan memperberat hukuman, termasuk menerapkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan merampas aset bandar narkotika. Eksekusi hukuman terhadap terpidana kasus narkotika harus tegas diberlakukan. Pembersihan aparat, termasuk polisi, petugas lembaga pemasyarakatan, dan jaksa yang terlibat kasus narkotika tak bisa ditawar lagi. Tanpa ada langkah konkret, Indonesia hanya gemar beretorika, dan Indonesia tetap darurat narkotika.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2016, di halaman 6 dengan judul "Retorika Saja Tidak Cukup".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger