Dicanangkannya target zero accidentatau nirkecelakaan oleh Kementerian Perhubungan untuk lalu lintas mudik dan balik harus disertai dengan upaya maksimal untuk mencapainya.
Kemarin, di harian ini, kita membaca pengoperasian darurat tiga ruas tol baru, yakni ruas Bawen-Salatiga, Karanganyar-Sragen, dan Mojokerto Barat-Mojokerto Utara. Disebut darurat, juga terbatas, karena hanya dua dari empat lajur yang digunakan, dan jam operasionalnya pun dibatasi, hanya pukul 06.00-17.00 karena pada jalan-jalan tersebut belum ada penerangan jalan.
Kita berharap kebijakan yang ditempuh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tidak berpotensi menegasikan target nirkecelakaan mengingat sebenarnya ketiga ruas tol di atas sebenarnya belum dinyatakan laik operasi.
Sebagai alasan dipaksakannya operasi darurat dan terbatas adalah karena pertumbuhan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan penambahan jalan. Jika tol tidak difungsikan, beban lalu lintas di jalur utama berpotensi melonjak dan bisa menimbulkan kemacetan parah, ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Karena hal itu sudah diputuskan, kita juga harus bergegas melengkapi persyaratannya. Dalam hal ini kita garis-bawahi pernyataan Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia Soegeng Poernomo, yang menyebutkan pemerintah harus segera melengkapi standar pelayanan minimal, seperti reflektor, rambu kejut, pembatas jalan, pembatas lajur, dan beton pemisah.
Tidak kalah penting, tambah Soegeng, pemerintah juga harus memberi imbauan kepada masyarakat. Isi imbauan, antara lain, kecepatan kendaraan tidak boleh melebihi 20 kilometer per jam, dan kendaraan tidak boleh menyalip kendaraan lainnya.
Begitulah seharusnya, bahwa kebijakan pemerintah untuk memfasilitasi kelancaran arus mudik tidak berdiri sendiri. Ia juga harus diimbangi oleh kepatuhan dan kedisiplinan pengguna jalan. Tanpa kerja sama yang baik antara pengelola dan pengguna, niat untuk mencapai target yang dicanangkan bisa sulit dicapai.
Aspek lain yang juga ingin dicapai adalah kelancaran mengingat waktu tempuh dari Jakarta ke kota-kota tujuan di Jawa Tengah, lebih-lebih Jawa Timur, cenderung meningkat, sebagian bahkan mencapai dua-tiga hari.
Sebagai bangsa pembelajar seharusnya kita risih mendengar pernyataan bahwa jalan atau fasilitas lain baru siap katakan pada H-7, atau H-5. Mengapa harus begitu?
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juni 2016, di halaman 6 dengan judul "Targetnya Lancar dan Nirkecelakaan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar