Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 29 Juli 2016

Meneguhkan Supremasi Ekologis Kota (SUPARTO WIJOYO)

Gempitapelaksanaan The Third Session of The Preparatory Committee forUnited Nations Habitat atau Prepcom-3UN Habitat III, 25-27 Juli 2016, di Surabaya, sungguh menggugah.

Prepcom IIIini secara tematik diterima sebagai titik rangkai persiapanKonferensi Besar UN Habitat III di Quito, Ekuador, Oktober mendatang. Prepcom IIIpun menurut "takdirnya" adalah panen raya pemerintah kota dan wargaSurabaya serta setiap insan NKRI yang selama ini menyorongkan program green and cleanserta kota berkelanjutan yang partisipatoris.

Momen penyelenggaraan Prepcom III pada tataran perkotaan saat ini semakin meneguhkan posisi supremasi ekologis Kota Surabaya, yang pada 22 Juli 2016 (menjelang dibukanya Prepcom) menerima Nirwasita Tantra Award dan Adipura Paripurna dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga terpilih sebagai provinsi peringkat pertama dalam pengembangan lingkungan dengan menyabet Nirwasita Tantra Award. Ini adalah lambang tertinggi atas komitmen kolektif yang menggambarkan sinergitas kinerja ekologis antara gubernur dan wali kota.

Untuk itu, tak berlebihan jika Direktur Eksekutif UN Habitat Joan Clos, Minggu (24/7), di arena Prepcom IIIdigelar mengatakan bahwa PBB sangat terkesan dengan tata kota Surabaya. Pemkot Surabaya, menurut dia, memiliki komitmen besar untuk mengubah permukiman dan lingkungan. Dengan sumber daya alam yang terbatas, pemkot melakukan inovasi yang membuat perkembangan Kota Surabaya melejit.

Konferensi UN Habitatdigelar setiap dua dasawarsa(UN Habitat I di Vancouver, Kanada,1976, dan UN Habitat II di Istanbul, Turki,1996). Konferensi ini berporos padaisu strategis pembangunan perkotaan gunamengintegrasikan kepentinganpermukiman kota dan lingkungan dalam basis pembangunan berkelanjutan.

Nilai dasar sosial-ekonomi- ekologi perkotaan harus menjiwai setiap kehendak dalam mengonstruksi sebuah kota agar dapat jadi tempat tinggal yang nyaman bagi penghuninya. Infrastruktur, sanitasi perkotaan, dan pengembangan ekonomi rakyat mesti diimpikan dengan "menyihir" zona permukiman yang dapat menjadi tempat berkonvergensinya keagungan dan kemelaratan kota, sebagaimana dituangkan dalam agenda SDGs (Sustainable Development Goals).

Contoh kasus: Surabaya!

Memang warga kota sekarang ini—Surabaya sebagai contoh kasus—70-75 persenmemiliki akses air bersih, 15 persen bahkan sangat bersih, meski 5-15 persen secara akumulatif ada yang belum menikmatinya. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang mesti terus dikawal agar semuawarga kota, di mana pun bermukim, mendapatkan haknya secara baik dan benar.

Prepcom IIIniscaya menggeliatkan kesejatian Surabaya sebagai kota yang beradab secara ekologis: Surabaya "Kota Taman", Surabaya "Kota Hijau", demi terselenggaranya Surabaya "Kota Berkelanjutan". Hal ini bisa terwujudkarena Pemkot Surabaya (ataupun kota-kota lain di dunia yang senapas) mau mereformulasi kebijakan ekologis-ekonomi dan sosial perkotaan dengan menggerakkan warganya sedasar watak arek Suroboyo: gotong royong perkotaan.

Suasana kebatinan warga Kota Surabaya dalam menyambutPrepcom IIIsangat bervariasi dengan beragam kegiatan. Bahkan, ingatan publik dapat berkelanamenelusuri pesona kanal-kanal di Belanda, Inggris, ataupun Sungai Seine di Paris.Sungguh betapa mengesankan ide dasar transportasi air (water bus) dulu itu andai sudah terealisasi saat ini,yang dapat menjadi jendela pembuka pengembanganwisata sungai di Surabaya.

Melihat lampion yang saat ini bergelantungan di Kalimas, sungai yang membelah Kota Surabaya dengan kelok indahnya, imaji pengunjung (meski tanpa lampion) bisa bergerak kesepanjang aliran Sungai Seine di Paris. Di ruas ritme ekologis Sungai Seine berjajar sekitar 38 tempat wisata yang dapat dinikmati para pelancong. Para wisatawan dapat menyaksikan mulai dari pesona Le Louvre, Le Pont Royal, Musee d'Orsay, Les Tuileries, Pont de la Concorde, Pon Alexandre III, La tour Eiffel, Notre Dome, hingga Pont de la Tournelle yang menggoda mata. Wisatawan benar-benar dimanjakan "pualam publik" yang dikemas melalui penataan wisata air. Pancaran pesona kota Paris terbangun dari bentuk integralistik ala wisata "jalan" dan "sungai" yang didesain rapi dannyawiji (menyatu).

Sejatinya, sejak lama Surabaya memiliki pesona itu melalui Kalimas, bahkan Kali Surabaya di arah barat, yang kini dalam suasana Prepcom III punya daya dorong sebagai kota kelas dunia dengan tetap berjati diri. Kalimas yang "secara organis berkelok jenial" bagi Kota Surabaya adalah kekayaan naturalis yang bernilai abadi. Situs geografis-ekologis Kalimas memiliki padanan potensial dengan rute alurSungai Seine di kota Paris.

Kalimas adalah "air susu peradaban" Surabaya. Nama besar Surabaya sendiri merupakan "tiket jual" yang sudah mengglobal dengan legitimasi perkotaan melalui panggung Prepcom IIIsaat ini. Alir alur Kalimas telah pula menyimpan "kapital" yang dapat menyejahterakan warga Kota Surabaya. Untuk babak perdana, ke depan, patut dipikirkan agar zona Jembatan Wonokromo dapat diposisikan sebagai "stasiun induk" transportasi perairanyang disebar ke Kali Surabaya dan Kalimas ataupun Kali Jagir.

Para penikmat wisata air di Kalimas yang mengambil start di Wonokromo, misalnya, tentu saja akan meluncur menelusuri kawasan Ngagel dan dibangunlah "zona transit" di Gubeng Pojok. Di kawasan ini para pengguna "bemo air" sudah dapat menyaksikan situasi nyata kehidupan Dinoyo, Kayun, dan berujung di "serambi belakang" Gedung Negara Grahadi ataupun Balai Kota. Perjalanan dapat dilanjutkan dengan "menapaki" Ketabang Kali.

Rute berikutnya adalah wilayah Genteng sampai di Semut. Di zona Semut ada Stasiun Kota yang sangat legendaris. Penelusuran heroik dapat dilakukan dengan menjelajah jazirah Jembatan Merah yang secara historis paling fenomenal bagi arek-arek Suroboyo.Jelajah tempuh dapat terus dilanjutkan hingga kawasan Tanjung Perak. Begitu pula sebaliknya, dari utara "penikmat kota" langsung kembali ke selatan berlabuh lagi di Wonokromo, menikmati destinasi artistik Pintu Air Jagir dan Kebun Binatang Surabaya.

Romantisisme perkotaan

Dari Wonokromo kita dapat "berekspansi" ke kawasan Surabaya timur dengan menelusuri Kali Jagir, Panjang Jiwo, Kedung Baruk, Wonorejo Rungkut, dan Wonorejo Tambak. Di sini dapat disaksikan beragam kekhasan Pamurbaya.

Dari Wonokromo penumpang "angkot air" dapat menikmati "keajaiban leluhur" kawasan Pulo Wonokromo, Gunungsari, Karah, Kebonsari, Pagesangan, hingga ke wilayah Driyorejo, Gresik, ataupun Dam Mlirip Mojokerto sambil sinahu sejarah Raden Wijaya waktu memukul mundur tentara Mongol pada 31 Mei 1293. Inilah romantisisme perkotaan yang "saling berbagi asa" meski dengan catatan beberapa nama kawasan yang tidak sesuai dengan nama daerah asalnya juga sangat mengganggu "kejiwaan perkotaan" Surabaya.

Saatnya telah tiba untuk meneguhkan supremasi ekologis Surabaya dengan ketulusan nurani sosial dan ekonomi secara integral. Ajang Prepcom III harus dimaknai menjadi wahana besar menggelorakan "spirit hijau" pembangunan perkotaan yang berpermukiman sangat humanis-ekologis dan ekonomis.

SUPARTO WIJOYO, AKADEMISI HUKUM LINGKUNGAN SERTA KOORDINATOR MAGISTER SAINS HUKUM DAN PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Meneguhkan Supremasi Ekologis Kota".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger