Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 29 Juli 2016

Hillary Siap Membuat Sejarah (Kompas)

Hillary Clinton menjadi perempuan pertama dalam sejarah AS yang dicalonkan sebagai presi- den. Namun, ujian berat meng- hadangnya.

Skandal pembocoran e-mail para petinggi Partai Demokrat yang sejak awal memihak Hillary membuat geram para pendukung fanatik Senator Bernie Sanders. Pada Konvensi Nasional Demokrat di Philadelphia, pendukung Sanders protes dan berjanji tak akan memilih Hillary.

Namun, aksi protes tidak mengurangi kemeriahan konvensi Demokrat yang dirancang dengan teliti dan memperhatikan semua aspek strategis yang bisa mendongkrak citra Demokrat dan Hillary. Berbeda dengan konvensi Partai Republik yang penuh dengan caci maki terhadap Hillary, konvensi Demokrat membawa pesan dan harapan yang jelas tentang Amerika ke depan. Kecaman terhadap Trump tentu ada, tetapi bukan isu sentral.

Tema konvensi jelas ingin menarik garis tegas dengan apa yang menjadi kelemahan kubu Trump, yaitu pemberdayaan dan penghormatan terhadap hak perempuan, integrasi kaum imigran, dan kesenjangan kaum kulit hitam. Representasi terbaik adalah pidato Ibu Negara Michelle Obama yang menyebutkan, AS telah melewati dua tonggak penting dalam sejarahnya, yaitu menyaksikan "keluarga kulit hitam" bermukim di Gedung Putih dan menyaksikan seorang perempuan bisa menjadi presiden AS.

Dengan memunculkan beragam lapisan masyarakat tampil di panggung, mulai dari korban serangan teror 9/11, korban penyelundupan manusia di AS yang kebetulan asal Indonesia, para selebritas dan politisi berpengaruh, sampai Presiden Barack Obama, kubu Demokrat ingin menunjukkan kinerja dan semangat rakyatlah yang bisa membuat Amerika berdaya. Itu bisa tercapai apabila semua pihak saling mendukung di negara yang multikultur seperti AS.

Rangkaian orasi yang bernas di konvensi ini perlahan berhasil menjembatani "perpecahan" yang awalnya menyelimuti kubu Demokrat. Sejumlah topik yang akan dibawa dalam kampanye nanti diperkirakan semakin menyatukan para pendukungnya, seperti soal pembatasan kepemilikan senjata dan upah buruh.

Kampanye yang akan berlangsung sampai pemilu November pasti akan membuat hawa panas, khususnya dari kubu Trump yang tak memiliki banyak gagasan substansial untuk ditawarkan, kecuali mengecam Hillary.

Namun, semua akhirnya terpulang kepada rakyat Amerika yang kini berada di titik krusial untuk memilih arah masa depan negaranya. Harapan kita, mereka tidak salah pilih.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Hillary Siap Membuat Sejarah".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger