Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 12 Agustus 2016

Bola Panas KebijakanPerpanjangan Izin Penyiaran (IGNATIUS HARYANTO)

Pada akhir Juli lalu, secara resmi Komisi Penyiaran Indonesia periode 2013-2016 sudah dinyatakan selesai bertugas dan digantikan oleh para komisioner periode berikutnya.
HANDINING

Namun, di akhir masa periode Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebelumnya, para komisioner belum secara definitif menyelesaikan pekerjaan rumah mereka yang menyangkut soal Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) sebagai bagian dari rekomendasi KPI kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam soal perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) terhadap 10 stasiun televisi swasta yang ada.

Pada 10-17 Mei 2016, Evaluasi Dengar Pendapat sudah digelar oleh KPI terhadap 10 stasiun televisi swasta. Tiap stasiun televisi ini menyampaikan laporan (yang kisarannya antara 200-500 halaman) kepada KPI. Mereka sekaligus meminta pendapat atau pandangan KPI terhadap isi laporan siaran selama 10 tahun terakhir.

Sayangnya, isi EDP yang digelar tersebut tidak menunjukkan keseriusan ataupun pembahasan substantif terhadap performa tiap stasiun televisi oleh KPI sebagai pemegang amanat dari UU untuk melakukan pengawasan terhadap isi siaran (Kompas 26 Mei dan 1 Juni 2016). EDP tersebut tak lebih dari suatu basa-basi dan tidak ada pembicaraan mendalam terhadap sejumlah pelanggaran serius yang dilakukan oleh sejumlah stasiun televisi.

Lebih parah lagi, KPI mengatakan bahwa mereka tak melakukan rekapitulasi terhadap peringatan atau sanksi yang telah mereka berikan kepada tiap stasiun televisi. Alasannya sangat sulit diterima, yaitu karena datanya tak tersedia. Periode 10 tahun penyelenggaraan penyiaran akan bersinggungan dengan tiga periode KPI, dan amat disayangkan jika alasan soal ketiadaan data membuat KPI tak bisa menghadirkan rekapitulasi data tersebut. Jika ini yang memang terjadi, KPI telah melakukan pelanggaran serius soal Keterbukaan Informasi Publik terhadap ketersediaan data pelanggaran tersebut.

Sebenarnya bukan hal yang sulit untuk melakukan rekapitulasi pelanggaran yang pernah dilakukan oleh tiga periode KPI sebelumnya. Sejumlah data yang pernah diunggah di situs KPI dimiliki juga oleh sejumlah pihak atau individu ataupun para eks anggota KPI dari periode-periode tersebut. Penulis pribadi memiliki data parsial terkait dengan aneka pelanggaran yang pernah dilakukan oleh 10 stasiun televisi swasta dan data tersebut didapatkan dari situs resmi KPI yang pernah penulis kumpulkan beberapa tahun yang lalu.

Bola di tangan komisioner baru

Inilah tugas penting pertama yang harus dilakukan para komisioner KPI periode 2016-2019. KPI sekarang masih punya beberapa pekerjaan rumah besar lainnya: menyelesaikan masalah digitalisasi penyiaran; ikut merampungkan proses revisi UU Penyiaran dan meneruskan tugasnya sebagai pengawas isi siaran yang independen (terhadap pengaruh kelompok-kelompok politik); isi siaran yang memberikan hiburan yang sehat; serta isi siaran yang mencerahkan.

Sebagai bagian dari publik, penulis berharap komisioner yang baru ini paham kondisi yang dihadapinya dan bisa menghadirkan solusi cerdas serta berpihak pada kepentingan publik (bukan semata pada kepentingan politik dan kepentingan bisnis tertentu) terhadap masalah perpanjangan izin penyiaran tersebut. Inilah momen bagi para komisioner baru membuktikan kompetensi dan independensinya guna menjawab keraguan publik terhadap pemilihan KPI kemarin.

Bagaimanapun, komisioner yang baru saja terpilih perlu berdialog dengan banyak pihak untuk mendapatkan gambaran konkret terhadap permasalahan yang ada sembari memberikan penilaian yang obyektif terhadap EDP yang telah digelar di akhir periode sebelumnya. Kementerian Komunikasi dan Informatika jauh-jauh hari telah mengatakan bahwa perpanjangan izin ini akan diselesaikan pada Oktober mendatang dan rekomendasi KPI di sini menjadi krusial statusnya.

Apakah komisioner yang ada sekarang berani merekomendasikan tidak diperpanjangnya izin penyiaran satu dua stasiun televisi karena pelanggaran berat yang mereka lakukan di masa lalu, misalnya terkait dengan independensi dengan partai politik saat Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, juga soal pelanggaran terhadap tayangan yang sehat. Ataukah KPI juga akan sampai pada situasi antiklimaks, di mana KPI meloloskan rekomendasi untuk yang perpanjangan semua stasiun televisi yang ada?

Terbuka kepada publik

Apa pun keputusan KPI terhadap masalah ini haruslah terbuka kepada publik agar dapat memberikan respons terhadap isinya. Selama ini publiklah yang menerima secara langsung isi siaran yang masuk ke dalam rumah-rumah, menelusup ke kamar-kamar pribadi, dan banyak dari tayangan tersebut dianggap bermasalah, baik karena urusan kepentingan politik maupun tayangan yang tidak mencerdaskan. Dengan demikian, KPI harus terbuka kepada publik atas keputusan yang akan diambilnya dalam waktu dekat ini.

Tentu saja publik berharap bahwa komisioner KPI yang baru ini mau memenuhi keinginan publik untuk membela kepentingan mereka. Sikap seperti ini bukanlah semata hendak memberikan hukuman sebagai bentuk pamer kekuasaan kepada semua stasiun televisi swasta tersebut, melainkan semata-mata karena memang amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Melalui UU ini KPI diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap isi siaran tiap stasiun televisi. Dan, tiap 10 tahun KPI diminta rekomendasinya oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika guna perpanjangan izin tersebut.

Mudah-mudahan jawaban atas permasalahan ini akan segera tampak dari para komisioner KPI yang baru. Kepada para komisioner baru, penulis mengucapkan selamat bekerja: publik menunggu keputusan Anda untuk masalah krusial ini.

IGNATIUS HARYANTO, PENELITI SENIOR LSPP; ANGGOTA KOALISI NASIONAL UNTUK REFORMASI PENYIARAN (KNRP)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Bola Panas KebijakanPerpanjangan Izin Penyiaran".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger