Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 22 Agustus 2016

Menanti Keadilan Agraria (USEP SETIAWAN)

Ibarat debu diempas angin, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan pun begitu. Susun ulang kabinet pada 27 Juli 2016 yang ditempuh Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN termasuk yang menyita perhatian karena menyumbat Nawacita.

Sofyan Djalil pun didaulat menggantikan posisi Ferry. Penggantinya ini terbilang wajah lama yang kerap berganti posisi. Sebelumnya ia merupakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Sebelumnya lagi ia adalah Menteri Koordinator Perekonomian di Kabinet Kerja. Sebelum itu, ia pun pernah menjadi Menteri Telekomunikasi dan Informatika, lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara.

Tidak banyak yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Sofyan selain "laksanakan reforma agraria" dan "selesaikan konflik agraria". Lantas, adakah peluang melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik agraria?

RKP 2017

Dengan nada optimistis bolehlah kita berharap. Setidaknya kesiapan regulasi dan kuatnya komitmen pemerintah sudah ditunjukkan.

Menjelang susun ulang kabinet yang lalu, pada 14 Mei 2016 satu di antaranya melalui Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017. Peraturan presiden ini merupakan landasan programatis bagi pemerintah untuk menjalankan reforma agraria.

Pada bagian prioritas nasional RKP 2017, reforma agraria adalah (a) penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria; (b) penataan penguasaan dan pemilikan tanah obyek reforma agraria (TORA); (c) kepastian hukum dan legalisasi atas TORA; (d) pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas TORA; dan (e) kelembagaan pelaksana TORA pusat dan daerah. Setiap program prioritas ini memiliki komponen kegiatan prioritas masing-masing.

Kelima prioritas nasional ini menjadi andalan untuk dijalankan. Kelimanya kompak menjadi jawaban atas problem agraria yang tengah dihadapi. Pada titik inilah Kementerian ATR/BPN yang berperan sebagai lembaga pemimpin harus mampu mengarahkan lembaganya dan lembaga yang lain untuk mencapai target dan sasaran dari program-program tersebut.

Selain Kementerian ATR/ BPN, kementerian lain yang menjadi penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan reforma agraria adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; serta Kementerian Pertanian. Kementerian-kementerian ini diarahkan untuk berjalan bersama Kantor Staf Presiden (KSP) dalam suatu "gugus tugas" untuk pelaksana reforma agraria. Kerja sama yang harmonis di antara kementerian inilah yang merupakan kunci sukses reforma agraria.

Dalam hal ini, KSP merupakan lembaga presiden yang memfasilitasi kerja sama lintas kementerian dan lembaga untuk memastikan kerja sama itu terjadi. Lebih dari itu, di tangan KSP sumbatan aneka program prioritas dapat dideteksi. Di tangan KSP pulalah sumbatan-sumbatan itu dapat dibedah dan diurai satu per satu.

Menunggu 2017

Menunggu tahun 2017, hendaknya "gugus tugas" yang dipusatkan di KSP bersatu dan saling menggerakkan. Akan lebih baik jika Kementerian ATR/BPN dan kementerian terkait segera menjalankan program percontohan reforma agraria pada sisa tahun 2016 ini. Untuk itu, hendaknya sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang siap ditentukan sebagai percontohan.

Syarat penting dari percontohan ini adalah kesiapan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menjalankan reforma agraria. Kesediaan tanah yang potensial untuk dijadikan obyek reforma agraria harus tersedia. Demikian halnya dengan subyek reforma agraria, yakni sejumlah komunitas yang hidupnya bergantung pada tanah dan kekayaan alam lainnya sudah menggarap. Syarat penting ini disertai dengan catatan bahwa partisipasi rakyat untuk terlibat di dalamnya sudah tumbuh.

Kementerian ATR/BPN perlu menyiapkan seluruh pejabat dan aparatusnya. Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas hendaknya digencarkan. Sejumlah regulasi yang menghambat perlu diselaraskan sehingga kondusif bagi pembaruan. Langkah pasti yang merintis jalannya reforma agraria perlu melibatkan masyarakat secara sistematis. Hal ini dapat difasilitasi melalui serikat dan kelompok tani yang terorganisasi.

Dalam hal ini, model percontohan bisa diawali dengan upaya penguatan kerangka regulasi bagi penyelesaian konflik agraria. Setelah itu penataan penguasaan dan pemilikan TORA yang disambungkan dengan kepastian hukum dan legalisasi atas tanah obyek reforma agraria. Adapun pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas TORA merupakan kegiatan penting yang didukung kementerian dan lembaga lain. Untuk itu, kelembagaan pelaksana TORA pusat dan daerah hendaknya dibentuk dan dikembangkan secara paralel.

Perlu dicermati, segala skema percontohan ini hendaknya dilakukan sedekat mungkin dengan pelaksanaan dan pengembangannya kelak.

Pada 2017 nanti kemungkinan persoalan agraria di wilayah itu hendaknya bisa dideteksi sedini mungkin. Kuncinya, sekali lagi ada di tangan Menteri ATR/Kepala BPN.

Selamat bekerja, Sofyan Djalil.

USEP SETIAWAN, ANGGOTA DEWAN PAKAR KONSORSIUM PEMBARUAN AGRARIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Menanti Keadilan Agraria".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger