Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 13 Agustus 2016

Skandal 1MDB, Intervensi Washington, dan Suksesi Politik di Malaysia (ENDI HARYONO)

Skandal One Malaysia Development Berhad (1MDB), perusahaan nasional investasi  Malaysia, memasuki babak baru ketika Kamis (21/7) Kejaksaan Agung Amerika Serikat mengumumkan hasil investigasinya.

Hasil investigasi menyimpulkan terdapat sekitar Rp 45,6 triliun dana dari 1MDB dialirkan keluar dari rekening 1MDB ke sejumlah rekening di Singapura, Swiss, Luksemburg, dan AS melalui transaksi bertingkat. Rekening itu milik pejabat dan pengusaha dekat PM Najib Razak. Bahkan, tersua rekening di Swiss atas nama Najib. Kemudian pihak berwenang AS membekukan dana terkait 1MDB di AS, Rp 17 triliun, yang terlacak sistem keuangan AS untuk penyelidikan lanjut, termasuk dana perusahaan investasi industri film dan hiburan milik kerabat Najib.

Najib membantah keterlibatannya dengan skandal 1MDB dan mengomentari pengumuman Kejaksaan Agung AS sebagai sabotase politik terhadapnya dan tindakan amat serius. Kendati demikian, Najib menjanjikan bahwa Pemerintah Malaysia bersedia bekerja sama penuh dengan AS untuk transparansi dan penuntasan skandal ini.

Korupsi adalah isu penting dalam politik Malaysia. Perkembangan terbaru skandal 1MDB dan keterlibatan otoritas AS jelas kerusakan tak terpulihkan bagi Najib yang dapat mengakhiri kekuasaannya dalam waktu dekat. Di Malaysia telah berkembang wacana bahwa pemilu akan dilangsungkan awal 2017 dan akan menjadi penyelesaian krisis politik terkait skandal 1MDB ini.

Untuk transparansi global

Kejaksaan AS menginvestigasi sebagai bagian dari kebijakan AS untuk transparansi keuangan dan anti korupsi global, yang mencegah penguasa di seluruh dunia memanipulasi dan memanfaatkan dana publik-yang mestinya digunakan untuk pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan-disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Sebagai bagian dari komitmen mendukung transparansi global untuk anti korupsi dan keadilan, AS amat keras menjaga agar industri dan sistem keuangan AS tidak jadi tempat praktik korupsi, pencucian uang, atau tempat penyimpanan uang demi penghindaran pajak di negara asal. Investigasi terhadap 1MDB dilakukan otoritas AS dalam dua tahun terakhir.

Perusahaan 1MDB didirikan Najib tak lama setelah dilantik menjadi PM pada 2009 sebagai perusahaan investasi dan pengelola aset negara. Selain dapat modal dari negara dan sumbangan masyarakat, 1MDB mengelola dana hibah dari luar negeri, terutama dari negara-negara Arab. Perusahaan ini bernama sama dengan program nasional Najib, Satu Malaysia (One Malaysia), dan memang didirikan mendukung pencapaian transformasi ekonomi dan politik Malaysia. Sejak awal 2014 keberadaan perusahaan ini mulai dipersoalkan rakyat dan oposisi Malaysia karena diduga terlibat politik uang, terlilit utang, dan  bangkrut.

Skandal 1MDB ini berubah jadi isu nasional setelah Wall Street Journal (WSJ) memublikasikan soal ini pada publikasi 2 Juli 2015, "Malaysian Leader's Accounts Probed", dan dikuatkan lagi pada artikel edisi 6 Juli, "Scandal in Malaysia".  WSJ melaporkan bahwa penyelidik di Malaysia menemukan keberadaan uang 2,6 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 8 triliun) pada rekening bank atas nama Najib. Dana itu diduga bagian dari dana 42 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 147 triliun) milik 1MDB yang diduga lenyap.

WSJ mengaku mendapat bocoran data dari pihak otoritas Malaysia yang tengah menyelidik kasus ini selain dari hasil investigasi sendiri. Pihak otoritas Malaysia sejak 2014 memang menginvestigasi 1MDB untuk membuat basis kebijakan dan menentukan nasib perusahaan ini. Penyelidikan dilakukan Kejaksaan, Kantor Audit, dan Kementerian Keuangan. Pemberitaan WSJ memicu pemberitaan serupa di Malaysia, baik di media sosial maupun media konvensional, terutama media oposisi dan organisasi sipil dan jadi isu paling mendapat perhatian di Malaysia sepanjang 2015. 

Sebagian hasil penyelidikan yang bersifat rahasia bocor ke WSJ (diduga sengaja dibocorkan), termasuk keberadaan dana pada rekening atas nama Najib, tanpa penjelasan apakah rekening pribadi sepenuhnya atau semacam rekening dana yayasan atas nama Najib. Tentang rekening atas namanya, Najib tampil memberi penjelasan setelah pengumuman Washington. Katanya, rekening itu menampung dana sumbangan beberapa pemimpin di Timur Tengah yang menghendaki atas namanya, dan dana itu justru disalurkan sebagai tambahan modal untuk 1MDB.

Terkait skandal 1MDB, pada 28 Juli 2015 Najib mengumumkan perombakan kabinet sangat mendasar, mencakup sejumlah menteri, dengan perubahan dua pos yang mengejutkan. Pertama, penggantian Deputi PM Muhyiddin Yassin yang selama ini dikenal sebagai mentor, pembela, dan pembantu dekat Najib, menyusul pemberitaan media yang mengutip bahwa Yassin dilaporkan menanyakan Najib soal aliran dana tak wajar terkait 1MDB.

Kedua, pencopotan Jaksa Agung Abdul Gani Petail, tokoh yang disegani karena reputasinya sebagai penegak hukum yang jujur dan berani. Perombakan kabinet memang meredakan suhu politik, tapi tak pernah memadamkan perhatian rakyat Malaysia terhadap skandal 1MDB. Meski kurang diberitakan di televisi dan media cetak, skandal 1MDB tetap jadi wacana publik dan media sosial Malaysia. 

Faktor Mahathir

Skandal 1MDB yang meresahkan dan memanaskan politik Malaysia itu memunculkan kembali mantan PM Mahathir Mohamad ke panggung politik. Mahathir terbuka dan terang-terangan menyerukan rakyat Malaysia agar kekuasaan Najib segera diakhiri. Dengan seruan terbuka ini, Mahathir praktis berada pada barisan terdepan anti Najib, terutama karena oposisi yang sedang terpecah dan pemimpin utama oposisi Anwar Ibrahim tak bisa tampil di publik karena sedang menjalani masa hukuman.

Pemerintah Najib memang telah melarang Mahathir berbicara di depan umum sejak Mahathir pada 25 Agustus 2015 dipaksa turun dari mimbar pada sebuah pertemuan. Berbeda dengan di masa lalu, seruan politik Mahathir tak bisa dibatasi. Tampilnya kembali mantan PM Mahathir ke panggung politik jelas faktor amat merepotkan Najib. 

Dengan memenangi Pemilu Mei 2013, dalam politik Malaysia dikenal sebagai Pilihan Raya Umum (PRU) ke-13, Najib secara konstitusional memegang mandat berkuasa hingga Mei 2018. Najib memiliki kewenangan konstitusional menjadwalkan pemilu lebih cepat. Dalam sejarah politik Malaysia, PM sebelumnya menggunakan kewenangan konstitusional ini untuk memperbarui legitimasi dan mandatnya, pada saat pemerintah membutuhkan dukungan baru yang kuat membuat terobosan kebijakan atau untuk mengakhiri satu krisis politik yang terjadi.

Dalam politik Malaysia, menjatuhkan seorang PM tak semudah di negara dengan sistem demokrasi parlementer yang lain, tak cukup hanya dengan sebuah mosi tak percaya di parlemen yang sederhana. Setiap PM Malaysia, baik dengan patronase maupun legitimasi, memiliki basis pijakan kekuasaan yang rangkap di UMNO, koalisi BN dan pemerintahan. Tanpa mosi tak percaya di UMNO dan BN, mosi tak percaya di parlemen tak dapat dilangsungkan. Belajar dari pengalaman, opsi penyelesaian krisis politik dengan percepatan pemilu ini tampaknya hendak ditempuh Najib dan ditunggu politisi dan aktivis di Malaysia.

Najib memang tak serta-merta kehilangan kuasa dalam waktu dekat, tetapi  susah memulihkan kekuasaan efektif dalam memimpin Malaysia setelah pengungkapan skandal 1MDB oleh otoritas AS. Skandal itu telah lebih setahun menyandera kekuasaannya.  Dengan perkembangan baru skandal 1MDB, Najib tak dapat menunggu sentimen rakyat terpulihkan menjadi memihak padanya. Ia harus menjadwalkan pemilu lebih lekas meski akan berujung pada kekalahannya. Pilihan tak banyak. Undur lebih lama dapat membawa konsekuensi politik lebih buruk.

ENDI HARYONO

Dosen pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional President University

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Skandal 1MDB, Intervensi Washington, dan Suksesi Politik di Malaysia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger