Pertama agar airnya tetap bening, dan dengan itu memberi kesegaran dan inspirasi. Namun, tentang sungai di Jakarta, wacana tampaknya jauh dari ide romantik. Sebaliknya ia semakin dilihat dengan hati tercekam karena sungai tersebut bisa jadi sumber bencana, sumber banjir, seperti yang terjadi pada Sabtu (27/8) malam.
Warga Kemang, salah satu kawasan elite di Jakarta Selatan, bisa bercerita bagaimana kesusahan yang mereka alami setelah hujan mengguyur Jakarta dengan cukup intens hari itu. Tampak ada banyak mobil terendam, sebagian bahkan terlihat bagian atapnya saja.
Ketinggian air di kawasan Kemang ada yang mencapai 1 meter. Salah seorang warga mengatakan, biasanya di wilayah itu jarang banjir sampai masuk rumahnya meski hanya berjarak 150 meter dari Kali Krukut.
Arus Kali Krukut saat hujan malam itu sangat deras sehingga tembok pembatas di empat titik jebol. Air pun meluap ke permukiman dan kawasan bisnis di Kemang.
Ada beberapa hal yang dapat direnungkan tentang banjir dan cuaca, serta apa yang harus kita lakukan untuk mencegah terulangnya bencana yang datang tiba-tiba dan menyergap daerah yang tak terduga seperti Kemang.
Kita tak boleh berilusi bahwa daerah elite tak bisa kebanjiran. Beberapa tahun lalu, banjir melanda jalan elite di Menteng dan Thamrin, serta mendekati Istana. Di Eropa, hujan lebat awal Juni lalu menyebabkan banjir di Paris, juga wilayah Bavaria di Jerman selatan. Sungai Seine yang meluap membanjiri kawasan seputar Menara Eiffel.
Namun, hal itu tentu tidak mengurangi urgensi Jakarta untuk menata kali-kali yang membelah wilayahnya. Sebagaimana ditemukan harian ini dalam liputan khusus Jakarta Kota Sungai, ada pendangkalan, penyempitan alur, okupasi bantaran kali oleh bangunan, sementara normalisasi masih sepotong-sepotong.
Dari Infografis yang dimuat Kompaskemarin tampak, Kali Angke Hulu yang panjang sungai utamanya 101 km baru dikerjakan 20 km, Kali Pesanggrahan yang panjangnya 66,7 km baru dikerjakan 26,7 km, serta Kali Cakung, Buaran, dan Jatikramat belum tersentuh normalisasi.
Kita melihat bulan Juli dan Agustus yang mestinya musim kemarau ditandai dengan hujan hampir setiap hari. Mereka yang meragukan ada perubahan iklim harus menerima kekalahan bahwa fenomena ini sudah terjadi.
Ditambah dengan kerusakan lingkungan di kawasan hulu sungai di Indonesia, yang membuat air hujan melaju kencang. Semua itu membuat penanganan terhadap sungai meluap makin menuntut kerja keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar