Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 02 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Mengendalikan Ujaran Kebencian (Kompas)

Ajaran kebencian di media sosial kembali menjadi perhatian penegak hukum setelah provokasi dan isu negatif yang beredar memicu kerusuhan.

Kerusuhan sosial pecah pekan lalu di Tanjung Balai dan Desa Lingga, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menyebut, isu negatif dan provokatif melalui media sosial menyulut emosi warga sehingga bertindak membakar rumah ibadah.

Ujaran kebencian menjadi masalah serius seiring berkembangnya teknologi digital. Media sosial yang saat lahirnya bertujuan meluaskan jejaring komunikasi dan mendorong kebebasan berpendapat, dalam perkembangannya juga digunakan untuk melontarkan hasutan dan provokasi. Bahkan, kelompok radikal menggunakan media sosial untuk merekrut anggota baru.

Kepolisian Negara RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian pada Oktober 2015. Anggota kepolisian diminta lebih peka mengantisipasi kemungkinan konflik sosial dengan mendamaikan pihak-pihak yang berselisih.

Di dalam surat edaran Polri, ujaran kebencian mencakup penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan berita bohong. Tujuannya, menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat berbasis suku, agama, ras, antargolongan, aliran keagamaan dan atau kepercayaan, warna kulit, etnis, jender, orientasi seksual, dan disabilitas.

Media sosial menjadi perhatian karena sifat penyebarannya massal dan viral, dapat anonim, dan dampaknya bisa merusak. Komisi Eropa, misalnya, bersepakat bersama perusahaan teknologi informasi untuk tidak memberi peluang media sosial digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian.

Kita sepakat ujaran kebencian harus dikendalikan. Ujaran kebencian bukan hanya merugikan individu dan atau kelompok sasaran, melainkan juga mereka yang menyuarakan kebebasan berpendapat, toleransi, dan anti diskriminasi.

Mengendalikan ujaran kebencian mengandung risiko membatasi kebebasan berpendapat. Sebab itu, kebijakan pemerintah dan penegak hukum kita inginkan berada dalam konteks mencari keseimbangan antara melindungi kepentingan individu dan atau kelompok masyarakat tanpa menghalangi kebebasan menyatakan pendapat.

Kita berharap pemerintah dan penegak hukum bekerja sama dengan komunitas dan kelompok masyarakat untuk menyuarakan pendapat bahwa ujaran kebencian tidak mendapat tempat di masyarakat kita yang mengedepankan toleransi dan kerukunan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Mengendalikan Ujaran Kebencian".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger