Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 03 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: UU yang Rawan Disalahgunakan (Kompas)

Mulai Senin (1/8) lalu, Undang- Undang Dewan Keamanan Nasional Malaysia resmi diberlakukan. UU itu diperlukan untuk memerangi terorisme.

Walaupun UU Dewan Keamanan Nasional (DKN) dimaksudkan untuk memerangi terorisme yang semakin berkembang akhir-akhir ini, ada kekhawatiran pemerintah menyalahgunakan UU itu. Oleh karena, UU DKN itu memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk memberlakukan keadaan darurat ini berpotensi melanggar hak asasi manusia. Dengan memberlakukan keadaan darurat, pemerintah dimungkinkan untuk menangguhkan kebebasan sipil di wilayah yang dianggap berada dalam situasi darurat. Selain itu, pemerintah pun dimungkinkan untuk mengirimkan tentara dan melakukan penangkapan-penangkapan.

UU DKN, yang diajukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak, dan mendapatkan persetujuan Parlemen Malaysia pada bulan Desember 2015, memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemerintah untuk berbuat nyaris apa saja dengan alasan keamanan nasional. Itu sebabnya, tidak berlebihan jika dikatakan, UU Dewan Keamanan Nasional itu rawan disalahgunakan.

Bagi Malaysia, UU DKN yang berpotensi melanggar hak-hak asasi manusia itu bukanlah hal yang baru. UU ini dapat dianggap sebagai pengganti dari Internal Security Act (ISA), yang pada masa lalu banyak digunakan untuk memberangus oposisi atau kelompok-kelompok yang menentang pemerintah. Ada kekhawatiran yang sangat besar bahwa UU DKN akan menggantikan ISA yang dicabut pada tahun 2011.

Kekhawatiran bahwa UU DKN akan menggantikan ISA itu dilandasi oleh banyaknya kalangan di dalam negeri Malaysia yang memojokkan PM Najib Razak, yang dituduh telah menggelapkan dana 1Malaysia Development Berhad, lembaga dana investasi Pemerintah Malaysia.

Kekuasaan yang terlalu besar yang diberikan kepada pemerintah bisa sangat berbahaya. Indonesia pun pernah mengalaminya semasa Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang dibubarkan pada tahun 1988. Lembaga yang didirikan oleh Presiden Soeharto (1967-1998) itu praktis dapat melakukan tindakan apa saja yang diinginkannya untuk membungkam lawan-lawan politik Soeharto.

Kita tidak boleh membiarkan lembaga-lembaga seperti itu muncul kembali, apa pun alasannya. Baik itu di dalam negeri maupun di negara-negara tetangga. Biarkan lembaga-lembaga itu menjadi bagian dari sejarah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "UU yang Rawan Disalahgunakan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger