Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 28 September 2016

TAJUK RENCANA: Berakhirnya Kemandirian KPU (Kompas)

Kemandirian Komisi Pemilihan Umum jadi modal berjalannya pemilu pasca reformasi. Tanpa kemandirian KPU, pemilu kehilangan kredibilitas.

Konstitusi sebagai kontrak sosial bangsa menegaskan perlunya kemandirian lembaga penyelenggara pemilu itu. Dalam Pasal 22E UUD 1945 tegas disebutkan, pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Mandiri menjadi kata kunci.

Isu kemandirian ini menjadi persoalan ketika DPR dan pemerintah mengusik kemandirian KPU. UU Pemilihan Kepala Daerah menjadi pintu masuk. Pasal 9 UU Pilkada mengharuskan KPU berkonsultasi dengan DPR dalam pembuatan teknis penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Pendapat DPR sifatnya bukan lagi masukan, melainkan keputusan yang mengikat KPU.

Kondisi ini memicu polemik berikutnya, menyangkut Peraturan KPU No 9/2016 yang antara lain membolehkan terpidana percobaan untuk ikut dalam kontestasi pilkada. KPU sebenarnya ingin bersikap konsisten untuk tidak membolehkan calon kepala daerah berstatus terpidana percobaan ikut pilkada, tetapi karena pemerintah dan DPR memasukkannya dalam keputusan rapat, KPU pun harus tunduk mengikuti keinginan DPR dan pemerintah.

Regulasi ini telah membuat kemandirian KPU berakhir. Meskipun konstitusi menegaskan KPU adalah lembaga mandiri, melalui UU Pilkada, kemandirian KPU telah direduksi. KPU telah dibuat tunduk pada kemauan politisi DPR, bahkan dalam cakupan lebih kecil pada kehendak Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan.

Kemandirian KPU memang bukan hanya ditentukan oleh pasal dalam undang-undang, melainkan juga pada sosok komisioner KPU. Sosok komisioner yang punya integritas dan punya marwah menjaga kemandirian KPU diperlukan untuk menjaga KPU dari berbagai intervensi. Namun, pasal dalam UU Pilkada yang menempatkan KPU tunduk pada legislator adalah kekeliruan yang menghilangkan kemandirian KPU.

Karena itulah, langkah KPU membawa "pasal konsultasi dengan DPR" ke Mahkamah Konstitusi adalah jalan demokratis yang bisa ditempuh. Biarkan MK menguji konstitusionalitas pasal yang mengintervensi kemandirian KPU oleh DPR. MK perlu memprioritaskan uji materi undang-undang terkait pilkada. Langkah ke MK patut didukung sebagai solusi demokratis untuk menjaga kemandirian KPU. Ke depan, seleksi komisioner KPU perlu betul-betul menghadirkan sosok yang bukan berdasarkan kedekatan dengan parpol, melainkan orang berintegritas dan punya kompetensi soal kepemiluan, mengingat desain Pemilu 2019 sangat berbeda dan kompleks.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Berakhirnya Kemandirian KPU".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger