Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 September 2016

Untungnya Pengampunan Pajak (ANTON HENDRANATA)

Undang-Undang Pengampunan Pajak pada Juli 2016 merupakan gebrakan kedua pemerintahan Jokowi-Kalla setelah sebelumnya berhasil mencabut subsidi bensin dan hanya memberikan subsidi solar di awal pemerintahannya.

Pencabutan subsidi bensin menjadi awal reformasi energi dalam perekonomian Indonesia, yang tentunya berdampak positif dalam jangka panjang. Ruang gerak APBN bisa lebih leluasa, pemerintah bisa mengalokasikan pengeluarannya untuk kegiatan yang lebih produktif dan tepat sasaran, terutama pembangunan infrastruktur.

Yang tidak kalah penting adalah inflasi lebih terkendali karena fluktuasi harga yang diatur pemerintah menurun dan ekspektasi inflasi cukup terjaga. Pengalaman menunjukkan, ketika pemerintah berencana mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM, ekspektasi inflasi meningkat signifikan dan harga- harga barang dan jasa bergerak naik terlebih dahulu.

Walaupun kenyataannya pada waktu itu, harga BBM dibatalkan kenaikannya, tetapi harga-harga barang dan jasa sudah telanjur naik, cenderung tidak diturunkan oleh produsen dan pedagang. Biaya ekonomi yang sangat mahal yang harus ditanggung oleh masyarakat.

Amnesti pajak yang digulirkan oleh pemerintah, yang terkesan agak terburu-buru dan menuai pro dan kontra, akankah tercatat sebagai reformasi perpajakan di Indonesia? Reaksi masyarakat begitu beragam dan campur aduk. Ada yang merasa diteror, kebingungan, dan ketidakpahaman. Selain itu, ada juga yang menentang dan melawan, berlindung atas asas keadilan dan hukum.

Semboyan amnesti pajak: "ungkap, tebus, lega", seharusnya membuat wajib pajak merasa aman dan nyaman, ternyata belum terefleksikan sampai sekarang ini. Aura ketakutan dan kecurigaan dari wajib pajak terasa kental. Diskon besar-besaran (great sale), yang ditawarkan pemerintah kepada wajib pajak, seakan-akan diabaikan dan tidak menarik minat wajib pajak alias sepi pembeli/pengunjung. Sangat kontradiktif, masyarakat lebih antusias dan selalu menyerbu kalau ada great sale di mal.

Strategi pemasaran

Adakah yang salah dengan strategi pemasaran tentang amnesti pajak oleh pemerintah? Saya kira, ini pekerjaan rumah (PR) yang tidak mudah, yang harus segera dibenahi dalam waktu sangat singkat oleh pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sangat erat hubungannya dengan instrumen finansial untuk menampung dana repatriasi, juga dituntut kreatif dan inovatif agar banyak uang yang dibawa pulang ke Indonesia dan tidak kalah menarik jika dibandingkan disimpan di luar negeri.

Memang agak aneh, diskon pajak 60 persen pada periode pertama (1 Juli-30 September 2016), diskon pajak 40 persen pada periode kedua (1 Oktober-31 Desember 2016), dan tarif khusus pada periode terakhir (1 Januari-31 Maret 2017) seakan-akan belum menjadi jualan yang menggiurkan dan belum terlihat hasil yang menggembirakan sampai minggu pertama September ini.

Semoga saja akal sehat rakyat Indonesia menunjukkan hasilnya pada periode pertama di akhir September ini, di mana deklarasi dan repatriasi yang ditargetkan oleh pemerintah tidak melenceng jauh. Toh pada akhirnya, paling lambat tahun 2018, wajib pajak rasanya sulit menghindar dari kejaran aparat pajak karena automatic exchange of information (AEOI) akan diberlakukan di dunia. Otoritas pajak dapat memperoleh informasi relevan dari otoritas pajak di negara lain, yang menjadi dasar pemungutan pajak.

Pentingnya amnesti pajak

Harus diakui amnesti pajak ini sangat penting dan bisa menjadi titik balik agar APBN lebih sehat dari sisi penerimaannya. Pada saat ini, rasio penerimaan pajak Indonesia sangat rendah, rata-rata rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia sepanjang lima tahun terakhir (2011-2015) hanya 11,8 persen, sangat jauh di bawah (hanya 55 persen) dari potensi rasio pajaknya 21,5 persen. Jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia, rasio pajak Indonesia sangat rendah dari Malaysia (15,5 persen), Thailand (17,0 persen), Filipina (14,4 persen), dan India (17,7 persen).

Belum luntur dari ingatan kita, penerimaan pajak Indonesia 2015 hanya mencapai 83 persen dari target sehingga memaksa pemerintah untuk memotong belanjanya (berhemat). Defisit fiskal pun membengkak menjadi 2,5 persen terhadap PDB, jauh melampaui APBN Perubahan 2015 sebesar 1,9 persen. Kalau ini dibiarkan dan tidak dicari solusinya, APBN kita menjadi tidak kredibel dan menjadi bulan-bulanan investor asing, terutama obligasi Pemerintah RI.

Amnesti pajak menjadi krusial agar APBN menjadi lebih sehat dan perekonomian dapat lincah bergerak, stimulus fiskal pemerintah dapat dengan mudah dilakukan, jika dibutuhkan dalam perekonomian. Dengan demikian, stimulus moneter dan fiskal bisa berjalan beriringan agar pertumbuhan ekonomi mencari titik optimalnya, mendekatioutput potensialnya.

Kalau amnesti pajak ini berhasil, dampak positifnya sangat luar biasa: (1) penerimaan pajak dan basis pajak akan naik signifikan serta (2) arus modal akan masuk secara masif melalui dana repatriasi yang ditempatkan dalam investasi, yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bagi stabilitas sistem keuangan Indonesia juga sangat menguntungkan, di mana deposito dan tabungan akan naik, yang akan menambah likuiditas di perbankan, yang bisa mendorong pertumbuhan kredit. Berlimpahnya likuiditas perbankan juga akan membuat pasar uang antarbank akan bergerak aktif dengan biaya yang murah. Suku bunga operasi moneter Bank Indonesia akan bergerak efisien dan transmisi moneter berjalan efektif melalui BI 7 day reverse repo rate, yang baru-baru ini diberlakukan sebagai pengganti suku bunga acuan BI (BIRate).

Selanjutnya, pendalaman pasar obligasi Indonesia menjadi tambah baik, kepemilikan domestik akan meningkat. Kepemilikan selama ini didominasi investor asing sekitar 39 persen. Ini bisa mendorong harga obligasi Pemerintah RI menjadi lebih stabil, dengan imbal hasil yang wajar dan lebih murah.

Tidak ada salahnya kita dukung dengan sepenuh hati niat mulia amnesti pajak. Dengan amnesti pajak, yang sebelumnya salah akan menjadi benar dan pada akhirnya rasa keadilan akan muncul dengan sendirinya bagi setiap wajib pajak yang taat. Seharusnya dan sewajarnya, pemerintah tidak akan dan tidak pernah ataupun terpikir untuk menyusahkan rakyat dalam setiap kebijakannya. Jangan biarkan pemerintah bertarung sendirian untuk membiayai pembangunan yang masih perlu pembenahan di berbagai lini sektor perekonomian.

Amnesti pajak ibaratnya pertobatan massal sehingga rakyatnya ikhlas menyumbang untuk negaranya. Masih ada waktu untuk berbenah baik dari pemerintah, OJK, lembaga keuangan bank dan non-bank, serta masyarakat untuk mendukung program ini.

Salah persepsi, perasaan diteror, kebingungan, dan frustrasi dari wajib pajak sebaiknya harus dicarikan solusinya oleh pemerintah. Sosialisasi menjadi segala-galanya, buatlah prosedur sesederhana mungkin, hindari kompleksitas. Keseragaman dan standar pengetahuan petugas pajak tentang detail amnesti pajak menjadi syarat mutlak.

Yang terakhir, agar tujuan besarnya tercapai, yaitu dana repatriasi. Peranan OJK menjadi sangat vital, produk investasi yang disediakan harus mampu secara natural, membawa pulang kembali uang yang diparkir di luar negeri. Dengan produk investasi yang menarik, maka uang repatriasi akan duduk manis di negeri tercinta ini. Modal investasi yang besar akan siap membangun perekonomian Ibu Pertiwi menuju perekonomian yang disegani di Asia dan dunia.

ANTON HENDRANATA, CHIEF ECONOMIST PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 September 2016, di halaman 6 dengan judul 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger