Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 04 Oktober 2016

Diplomat Muda (HIKMAHANTO JUWANA)

Berita tentang diplomat muda yang bertugas di Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS, bernama Nara Masista Rakhmatia menjadi viral di media sosial.

Dalam sidang tahunan Majelis Umum PBB terdapat sesi Debat Umum. Presiden Majelis Umum PBB akan mengundang sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan atau wakilnya berbicara atas suatu topik yang diangkat. Wakil Presiden Jusuf Kalla tampil mewakili Indonesia dalam sidang kali ini.

Dalam Debat Umum ini pandangan dan pernyataan wakil suatu negara dibuka kesempatan untuk ditanggapi negara lain.Dalam konteks inilah, Nara Rakhmatia menyampaikan tanggapan Indonesia terkait pandangan dan pernyataan yang disampaikan kepala pemerintahan dari Kepulauan Solomon dan Vanuatu yang didukung Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga.

Pernyataan itu menyangkut pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Papua dan Papua Barat serta desakan agar segera dilakukan penentuan nasib sendiri (self determination) bagi masyarakat di Papua dan Papua Barat.Inti bantahan Indonesia yang disampaikan Nara adalah tidak tepat untuk membicarakan masalah HAM di Papua dan Papua Barat dalam sesi Debat Umum karena tidak sesuai dengan tema. Tema yang diusung pada tahun 2016: Sustainable Development Goals(SDGs).

Bahkan, Indonesia menganggap negara-negara Pasifik telah memanfaatkan forum Debat Umum dan PBB untuk mengintervensi kedaulatan Indonesia. Tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip berteman yang baik.Indonesia juga menyampaikan bahwa tuduhan negara-negara tersebut didasarkan pada fakta yang tak sebenarnya dan direkayasa. Tuduhan pelanggaran HAM didasarkan pada motif politik untuk mendukung kelompok separatis di Indonesia agar Papua dan Papua Barat berpisah dari Indonesia.

Dalam pernyataan Indonesia juga disampaikan pelanggaran HAM tidak mungkin disembunyikan mengingat telah ada Komnas HAM dan tumbuhnya elemen masyarakat di Indonesia yang memperhatikan masalah HAM. Terlebih lagi, Indonesia telah sejak lama turut dalam sejumlah hal yang menyangkut HAM di fora internasional, termasuk pendiri dan anggota Dewan HAM PBB. Indonesia juga telah mengikuti delapan dari sembilan perjanjian internasional inti di bidang HAM.

Memang dalam beberapa tahun terakhir, kelompok separatis tidak lagi menggunakan kekerasan secara intens dan masif. Strategi yang digunakan adalah menggunakan sarana diplomasi.

Mereka mengupayakan agar negara-negara tertentu menyuarakan aspirasi mereka dan juga menekan Indonesia. Negara-negara Pasifik pun telah lama dilobi agar melakukan tindakan seperti pada Debat Umum di Majelis Umum PBB.Para politisi mancanegara, termasuk negara besar seperti AS dan Australia, juga dilobi agar memengaruhi pemerintah negara masing-masing untuk menekan Indonesia terkait Papua dengan Papua Barat.

Potensi

Apa yang disampaikan Nara sudah tentu bukan apa yang dipikirkan dan diaspirasikan Nara sendiri. Nara duduk di kursi yang disediakan untuk delegasi Indonesia. Dengan demikian, Nara mewakili suara Indonesia sebagai negara.

Dalam konteks demikian, terlepas Nara adalah diplomat muda, Nara sedang berperan sebagai wakil Indonesia. Wakil Indonesia bisa siapa saja yang memiliki jabatan untuk itu, mulai dari presiden, wakil presiden, menteri luar negeri, duta besar RI untuk perwakilan tetap Republik Indonesia (PTRI), diplomat senior, hingga diplomat muda yang bertugas di PTRI.

Namun, harus diakui, dengan suara yang tegas dan bahasa Inggris yang lancar—seolah penutur asli (native speaker)—Nara telah menunjukkan betapa diplomat berusia muda pun mampu tampil dengan prima mewakili Indonesia.Untuk itu, diplomat muda perlu diberikan porsi lebih banyak berperan dalam fora internasional. Seperti Nara, para diplomat muda tak akan mengecewakan saat mereka diberi kepercayaan.

Karena itu, jangan pernah merendahkan potensi besar yang dimiliki diplomat muda. Potensi ini harus dimaksimalkan. Apabila tidak, mereka selalu akan berada di belakang dan mengurusi masalah teknis, termasuk penjemputan pejabat yang datang. Apabila ini terus berlanjut, bisa jadi mereka tak akan tahan dan mengundurkan diri dari Kementerian Luar Negeri. Suatu kehilangan besar bagi republik ini.

HIKMAHANTO JUWANA, GURU BESAR HUKUM INTERNASIONAL UNIVERSITAS INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Diplomat Muda".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger