Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 04 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Daya Saing dan SDM (Kompas)

Merosotnya indeks daya saing Indonesia kian menegaskan manifestasi dampak pengabaian pendidikan dan kesehatan pada penurunan daya saing ekonomi.

Dalam Indeks Daya Saing Global (GCI) 2016-2017 yang dipublikasikan Forum Ekonomi Dunia, peringkat daya saing Indonesia anjlok empat tingkat dari ke-37 menjadi ke-41 dari 138 negara. Penurunan juga dialami emerging economies lain, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam, tetapi GCI ini memperlihatkan kian melebarnya ketertinggalan dari pesaing terdekat, setidaknya Thailand.

Dalam beberapa pilar daya saing, seperti kesehatan dan pendidikan dasar, selain kian tertinggal dari Malaysia (peringkat ke-44) dan Thailand (86), Indonesia (100) juga disalip Vietnam (65) dan Filipina (81). Hal serupa terjadi pada indeks kesiapan teknologi: Indonesia di peringkat ke-91, Malaysia ke-43, Thailand ke-63, dan Filipina ke-83.

Dari 12 pilar daya saing, kita membaik di lima pilar, sementara enam pilar, termasuk kesehatan dasar dan pendidikan, kita terpuruk. Dengan peringkat ke-41 saat ini, kita turun tujuh tingkat dalam peringkat dua tahun terakhir. Peringkat tertinggi, ke-34, dicapai pada 2014.

Catatan terutama perlu diberikan pada bidang kesehatan dan pendidikan dasar. Peringkat Indonesia anjlok tajam 20 tingkat dari ke-80 menjadi ke-100. Ini memprihatinkan karena mencerminkan kegagalan kita mengingat tujuan pembangunan sebenarnya adalah manusia itu sendiri. Bagaimana bersaing jika SDM kita masih dihadapkan pada persoalan besar terkait pendidikan dan kesehatan?

Ketertinggalan SDM kita sudah banyak dikonfirmasi, termasuk oleh angka Indeks Pembangunan Manusia dan hasil tes PISA/PIAAC. Hasil tes menunjukkan anak-anak tertinggal dalam kemampuan baca, matematika dan sains, serta tingkat kecakapan orang dewasa terpuruk di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan untuk bekerja dan berkarya.

Ironisnya, semua ini terjadi justru ketika mandat konstitusi alokasi 20 persen belanja APBN untuk pendidikan telah berjalan. Penurunan indeks seharusnya bisa menjadi bahan introspeksi, apa yang salah dengan pendidikan dan juga orientasi pembangunan kita. Terobosan tak cukup hanya dengan program pendidikan wajib 12 tahun yang sudah pasti tak akan bisa seketika mengubah wajah SDM dan angkatan kerja yang saat ini didominasi lulusan SD.

Kemampuan mengembangkan, menarik, dan mendukung manusia bersumber daya dan para talenta istimewa tak kalah pentingnya. Pembenahan menyeluruh perlu dilakukan karena tanpa itu bukan hanya bonus demografi akan lewat dan kita bisa dihadapkan pada ancaman lost generation. Buruknya pendidikan dan kesehatan serta ketertinggalan teknologi juga membuat potensi ekonomi/pasar dan sejumlah capaian di bidang ekonomi menjadi tak bisa dinikmati secara optimal oleh masyarakat dan membuat kita kian tertinggal dalam kompetisi global.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Daya Saing dan SDM".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger