Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 26 Oktober 2016

Swasembada Pangan//Tanggapan untuk Kementan (Surat dan Tanggapan Pembaca Kompas)

Swasembada Pangan

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, target pemerintah mencapai swasembada pangan 2017 sepertinya tak akan terealisasi. Masih butuh setahun lagi untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri.

Mentan Andi Amran Sulaiman sebenarnya punya mimpi yang lebih ambisius dengan menargetkan swasembada pada 2016. Untuk mencapai target itu, pemerintah menyediakan dana Rp 319 triliun. Saya tidak tahu, apakah semua program pemerintah pusat itu masih sebatas wacana atau bukan sebab gaung dari program tersebut sampai saat ini di tingkat petani tidak pernah terasa.

Kondisi di lapangan biasa-biasa saja, tidak ada ingar-bingar masalah pembagian mesin pertanian, perbaikan irigasi, pembagian pupuk, bibit, dan sebagainya, yang merupakan faktor-faktor penting untuk meningkatkan produksi, kalau memang mengejar target swasembada tahun 2017. Semua faktor produksi itu harus sudah tersedia.

Hal lain yang juga berperan penting adalah kinerja pemerintah kabupaten dan kota. Apa yang diimpikan pemerintah pusat ini tidak akan tercapai selama pemkab/kota beserta jajarannya bersikap pasif, tidak proaktif.

Sikap dan kerja yang aktif dari lurah sampai bupati, dari petugas penyuluh lapangan (PPL) sampai dinas pertanian, merupakan fondasi yang kuat untuk keberhasilan penyediaan pangan/beras. Kenyataannya, sudah puluhan tahun petani Karawang tidak pernah tahu siapa PPL di daerahnya, tidak ada bimbingan, apalagi insentif.

Akibatnya, keadaan lapangan menjadi kacau, keseragaman tanam tidak ada, pola tanam tidak berjalan, petani turun ke sawah kapan saja mereka mau karena memang tidak ada yang mengarahkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilaksanakan berdasarkan pengalaman saja.

Untuk mengubah kondisi tersebut, saya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar memerintahkan kepada semua bupati/wali kota beserta jajarannya agar 50 persen dari kerja harian mereka digunakan untuk blusukan. Dengan demikian, sekecil apa pun masalah yang muncul di lapangan akan segera diketahui dan ditanggulangi.

Untuk meningkatkan produksi, petani sebaiknya menanam padi tiga kali dalam setahun karena air irigasi tersedia sepanjang tahun dari Waduk Jatiluhur. Intensifikasi adalah jalan terbaik untuk meningkatkan produksi daripada ekstensifikasi dengan mencetak 1 juta hektar sawah baru di luar Jawa yang membutuhkan biaya besar.

UNANG DJUANDA

Perumahan Pengairan, Jalan Kertabumi, Karawang

Tanggapan untuk Kementan

Terima kasih atas tanggapan Bapak Luthful Hakim (Kompas, 25/10) yang mewakili Kementerian Pertanian (Kementan) atas tulisan saya, "Dua Tahun Kedaulatan Pangan" (Kompas, 24/10). Perkenankan saya memberikan tanggapan balik sebagai bahan masukan bagi Kementan.

Impor beras tahun 2015 yang baru masuk pada tahun 2016 justru menunjukkan kekeliruan kebijakan yang berlandaskan data yang tidak akurat sehingga harga beras naik terus dari Mei 2015 hingga Februari 2016, dan ketika beras impor masuk menekan harga petani saat panen raya.

Impor jagung menurun 51,9 persen (setara 970.000 ton) pada semester I-2016 dibandingkan semester I-2015 (Kementan 2015-2016), tetapi pada periode yang sama, impor gandum, terutama untuk pakan (wheat feed), meningkat 57,4 persen (setara 2,1 juta ton). Jadi, bukan karena peningkatan produksi, tetapi sekadar membatasi impor.

Neraca perdagangan komoditas pertanian memang selalu surplus selama puluhan tahun terakhir, yang disumbangkan terutama oleh kelapa sawit. Adapun yang menjadi masalah adalah penurunan ekspor yang harus diwaspadai. Total nilai ekspor menurun dari 16,7 miliar dollar AS pada semester I-2015 menjadi 13,6 miliar dollar AS di semester I-2016, atau menurun sebesar 22,7 persen.

Saya sangat mengapresiasi kerja keras Kementan meskipun masih banyak hal yang perlu dibenahi. Salah satunya data dan fokus terlalu kuat ke padi, jagung, dan kedelai (pajale). Ketidakakuratan data menyebabkan tata kelola pangan bermasalah, yang sangat berisiko bagi Indonesia.

DWI ANDREAS SANTOSA

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger