Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 25 Oktober 2016

Syarat Calon Kepala Daerah//Data Pangan//Kebijakan Sapi (Surat dan Tanggapa Pembaca Kompas)

Syarat Calon Kepala Daerah

Semakin dekat dengan pilkada yang akan dilaksanakan serentak pada 2017, saya ingin mengusulkan syarat-syarat untuk menjadi kandidat sebagaimana halnya di negara maju.

Menurut saya, kandidat kepala daerah/pemerintahan harus berpengalaman dalam bidang pemerintahan dan sebaiknya berjenjang dari bawah. Bisa saja mulai dari bupati, wali kota, gubernur, hingga terpilih menjadi presiden.

Kandidat sebaiknya juga pernah sukses saat memimpin daerah dalam skala kecil, menengah, ataupun besar. Ini harus bisa dibuktikan dengan indeks prestasi yang mengukur kemampuan meningkatkan pendapatan rakyat dan menghilangkan pengangguran. Kandidat juga perlu menunjukkan kemampuan menata kota, merapikan administrasi pertanahan, dan kependudukan. Mampu mengatasi bencana alam dan kesemrawutan kota.

Kandidat harus mampu menghilangkan pungli dan korupsi pada semua lini, hasilnya dapat dirasakan rakyat dan dibuktikan lewat laporan lembaga survei independen.

Rekam jejak kandidat sebaiknya juga menunjukkan kemampuannya menempatkan pegawai-pegawai sesuai kapasitasnya dan bisa mengoordinasikan kerja stafnya sesuai dengan kaidah manajemen modern. Perekrutan karyawan dilakukan berdasarkan pada profesionalitas sesuai dengan kebutuhan jabatan.

Kandidat wajib melaksanakan tugas berdasarkan asas negara Pancasila dan tidak mempraktikkan kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila.

Sudah saatnya para calon pemimpin daerah, mulai dari lurah, camat, wali kota, bupati, hingga gubernur, wajib memenuhi semua persyaratan di atas. Tidak menyerah pada kepentingan partai. Tanpa persyaratan di atas, calon pemimpin daerah bisa digugurkan. Sebaiknya ketetapan ini dimasukkan dalam undang-undang dan calon yang dalam pencalonannya berpolitik uang atau mahar harus gugur.

Semoga Indonesia cepat mengatasi ketertinggalannya.

LIE GAN YONG

Jalan Balai Pustaka IV Rawamangun, Jakarta Timur

Data Pangan

Membaca tulisan Opini Dwi Andreas Santosa berjudul "Dua Tahun Kedaulatan Pangan" (Kompas, 24/10) ada beberapa data yang perlu diklarifikasi.

Benar impor beras masuk Januari 2016, total 1,1 juta ton. Namun, itu sebagai beras cadangan tahun 2015. Pada 2016 tidak ada rekomendasi impor dan tidak ada impor beras medium.

Data penurunan ekspor dan peningkatan impor juga seolah-olah defisit, padahal dalam data BPS Januari-Agustus 2016 neraca perdagangan sektor pertanian surplus 5,39 miliar dollar AS atau setara Rp 69,6 triliun.

Pada periode tersebut, impor jagung turun 61 persen serta tidak impor beras premium dan bawang merah. Ekspor beras organik naik 67 persen, ubi kayu 25 persen, cabai 12 persen, serta daging ayam dan telur lebih tinggi dibandingkan dengan 2015.

LUTHFUL HAKIM

Pusdatin, Kementan

Kebijakan Sapi

Menanggapi tulisan Rochadi Tawaf, "Kebijakan Penggemukan Sapi Impor" (Kompas, 24/10), kami sampaikan, kebijakan pemerintah terkait swasembada daging dan menyejahterakan peternak bukanlah kebijakan panik.

Kebijakan disusun untuk menyediakan daging dalam jangka sangat pendek, pendek, dan panjang, dengan volume dan harga yang terjangkau masyarakat.

Kebijakan jangka sangat pendek adalah untuk menyediakan harga daging yang terjangkau, Rp 65.000-Rp 85.000 per kg, caranya dengan impor daging sapi dan kerbau beku. Karena sifatnya kebijakan sangat pendek, uji materi Pasal 36 C UU No 41/2014 yang masih dalam proses diharapkan tidak menjadi penghambat.

Pemerintah tentu tidak selamanya bergantung pada daging impor. Volume impor perlahan kita ganti dengan daging lokal. Hasilnya akan kita petik 3-4 tahun mendatang. Untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia, ada wajib rasio 5:1 impor sapi bakalan dan indukan. Importir wajib memasukkan satu indukan per lima bakalan.

Pemerintah sejak 2016 juga meluncurkan program Sapi Indukan Wajib Bunting (Siwab) melalui inseminasi buatan. Awal Oktober 2016, lahir 1,4 juta ekor pedet dan 2017 diharapkan panen 3 juta pedet.

Melalui kedua kebijakan di atas, diharapkan populasi sapi secara bertahap akan bertambah dan mengurangi impor daging.

AGUNG HENDRIADI

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger