Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Kredibilitas OPEC dalam Ujian (Kompas)

Pertemuan para pemimpin negara anggota OPEC, Rabu lalu, alih-alih mencatat sejarah, kemungkinan yang terjadi adalah kesepakatan bisa bubar sebelum berlaku.

Para menteri perminyakan negara-negara pengekspor minyak dalam pertemuan di Algiers, Aljazair, tersebut menyepakati untuk membatasi produksi mereka. Ini adalah langkah pertama Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam empat tahun untuk mengatasi terus rendahnya harga minyak dunia.

Pasar merespons positif rencana penurunan produksi dari 33,2 juta barrel per hari—angka produksi pada Agustus—menjadi antara 32,5 juta dan 33 juta barrel sehari.

Namun, Jumat kemarin, pasar bereaksi negatif, harga perdagangan berjangka minyak turun setelah naik hingga 7 persen, Rabu lalu. Reaksi pasar tersebut menggambarkan keraguan pada efektivitas kesepakatan awal di Algiers itu.

Reaksi pasar itu menggambarkan goyahnya kredibilitas OPEC sebagai pengontrol harga minyak dunia. OPEC dengan pimpinan Arab Saudi memutuskan tidak menetapkan kuota produksi sejak empat tahun lalu. Tujuannya menyingkirkan produsen di luar OPEC, termasuk penghasil minyak serpih yang produksinya di Amerika Serikat terus naik.

Harga minyak empat tahun terakhir membuktikan strategi tersebut tidak berhasil. Harga jatuh lebih dari separuh dibandingkan dengan empat tahun lalu. Harga yang lemah saat ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2017. Situasi tersebut mulai berdampak pada perekonomian negara anggota dan non-anggota.

Keraguan pada efektivitas kesepakatan OPEC disebabkan anggota OPEC sendiri, seperti Irak, sejak awal menggugat kuota produksi yang akan dikenai pada negara-negara anggota. Isu akurasi data dan tidak transparannya negara anggota dalam data produksi membuat Irak meradang. Di luar OPEC, Rusia menegaskan, tidak akan menurunkan produksi minyak negara penghasil minyak terbesar ketiga dunia tersebut.

Indonesia sebagai negara anggota OPEC tentu saja berkepentingan terhadap membaiknya harga minyak. Pajak dari industri minyak dibutuhkan untuk menambah isi kocek anggaran pembangunan. Harga yang baik juga akan mendorong kegiatan industri hulu minyak.

Meskipun kini posisi Indonesia adalah pengimpor minyak, keanggotaan di dalam OPEC tetap dapat dimainkan dengan aktif di dalam berbagai perundingan.

Hubungan diplomasi dan budaya yang baik serta solidaritas sebagai sesama negara anggota yang membutuhkan stabilitas harga pada aras optimum perlu dibangun. Inilah tugas penting bagi Menteri ESDM apabila nanti ditetapkan Presiden.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Kredibilitas OPEC dalam Ujian".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger