Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Urgensi Seruan Sekjen PBB (Kompas)

Meski dalam kondisi keuangan yang sulit, Arab Saudi diduga tidak akan mengendurkan tekanan terhadap pemberontak Houthi di Yaman.

Arab Saudi berkepentingan agar Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang diakui internasional, penganut Sunni tetap berkuasa di Yaman, di tengah pemberontakan oleh pengikut Syiah Zaidiyah, yang banyak dianut klan Houthi dan didukung Iran. Terakhir, Arab Saudi menyerang kerumunan warga yang menghadiri upacara pemakaman Syech Ali al-Rawishan, ayah dari Galal al-Rawishan, Menteri Dalam Negeri Pemerintah Houthi. Serangan itu menewaskan 140 orang dan melukai lebih dari 525 orang.

Atas peristiwa itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon meminta Dewan Keamanan PBB membentuk badan independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Gedung Putih akan mengkaji ulang bantuan bagi koalisi pimpinan Arab Saudi dan mengatakan dukungan tersebut bukan merupakan cek kosong.

Kepala Lembaga HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein mengecam serangan itu. Hussein juga mengecam komisi karena pernah menolak usulannya untuk menyelidiki adanya pelanggaran di Yaman. Serangan pada hari Minggu itu merupakan serangan yang paling mematikan.

Perang saudara di Yaman diawali ketika Musim Semi Arab (Arab Spring) mulai merambah kawasan Timur Tengah. Negara-negara Teluk mendukung Hadi menggantikan Presiden Ali Abdullah Saleh yang dipaksa mundur pada 2011 karena dianggap otoriter. Pemunduran Saleh diawali oleh demonstrasi yang juga diikuti klan Houthi.

Namun, Houthi memanfaatkan kekosongan kekuasaan yang sempat terjadi pada awal pemerintahan transisi Hadi. Bahkan, pemberontak Houthi memaksa Presiden Hadi keluar dari ibu kota Sana'a dan terus merangsek ke selatan hingga mendekati kota Aden.

Segera setelah itu, Arab Saudi membantu Presiden Hadi dan terus menggempur sasaran pemberontak Houthi yang berhasil menguasai kota ketiga terbesar di Yaman, Ta'iz. Arab Saudi tidak sendiri, tetapi mengajak Jordania, Mesir, Maroko, dan Sudan.

Selain Iran, Houthi mendapat dukungan dari loyalis mantan Presiden Saleh. Kondisi inilah yang semakin membuat kompleks masalah di Yaman. Bahkan, ada dugaan Yaman akan kembali pecah menjadi dua negara seperti sebelum tahun 1990.

Keterlibatan negara luar, seperti Iran, Irak, Jordania, Arab Saudi, dan bahkan Amerika Serikat serta Inggris, di Yaman makin mempersulit untuk mempertemukan semua faksi di Yaman. Di sinilah urgensi seruan Sekjen Ban Ki-moon yang mendesak DK PBB menyelidiki dugaan pelanggaran. Apalagi, AS sudah menyatakan akan mengkaji ulang dukungannya pada koalisi pimpinan Arab Saudi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Urgensi Seruan Sekjen PBB".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger