Memang, nasib Presiden Park Geun-hye—putri mendiang Presiden Park Chung-gee, seorang diktator militer yang dibunuh pada 1979—masih akan ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi. Park Geun-hye akan menjadi presiden pertama Korea Selatan sejak tahun 2004, yang disepakati oleh Parlemen untuk dimakzulkan.
Pada 2004, Presiden Roh Moo-hyun juga dimakzulkan oleh Parlemen karena dianggap melanggar undang-undang pemilu. Namun, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kesalahan Roh Moo-hyun terlalu kecil untuk menjadi dasar pemakzulannya dan jabatannya sebagai presiden dipulihkan.
Apakah, nasib Park Geun-hye—yang dituduh telah melakukan kolusi dan korupsi—akan sebaik Roh Moo-hyun atau sebaliknya, Mahkamah Konstitusi menyetujui keputusan Parlemen? Tentu, keputusan Mahkamah Konstitusi akan sangat bergantung pada seberapa besar kesalahan Park Geun-hye yang telah mendorong para anggota Parlemen—tidak hanya dari partai oposisi, tetapi juga partai pendukung Park Geun-hye, yakni Saenuri—bersepakat untuk mekmakzulkan dia.
Park Geun-hye dituduh membiarkan perempuan kepercayaannya, Choi Soon-sil putri seorang pemimpin sekte spiritual, memengaruhi dirinya dalam banyak hal, termasuk dalam pengambilan kebijakan pemerintahannya dan pemilihan pejabat pemerintah. Park Geun-hye juga dituduh membiarkan Choi Soon-sil meraup puluhan juta dollar AS dari perusahaan-perusahaan besar di Korsel. Park Geun-hye telah memperkaya orang lain.
Sebenarnya, kasus serupa pernah terjadi sebelumnya. Pada 1988, Parlemen telah memanggil konglomerat besar Korea Selatan. Mereka ditanya tentang aliran dana jutaan dollar AS ke yayasan yang dikontrol oleh diktator militer Chun Doo-hwan.
Kasus tersebut, yang sekarang menimpa Presiden Park Geun-hye, menegaskan bahwa korupsi dan jualan-pengaruh tetap menyentuh atau bahkan berurat-berakar dalam kehidupan eselon politik atas dan korporasi. Korea Selatan, walaupun telah muncul sebagai negara ekonomi maju, kuat, dan berpengaruh, tetap belum bisa keluar dari jeratan korupsi dan kolusi.
Penguasa besar tetap menggunakan pengaruh mereka untuk memengaruhi pemimpin puncak, pemegang kekuasaan, untuk memperlancar usaha bisnis mereka. Karena itu, kerap kali terjadi skandal korupsi karena lekat dan eratnya hubungan antara penguasa dan pengusaha. Hal semacam ini bisa juga terjadi di negeri kita kalau para penguasanya lemah dan tergoda menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar