Kasus dugaan penistaan agama telah memancing reaksi keras. Unjuk rasa besar menuntut proses hukum terhadap Basuki beberapa kali terjadi. Kita bersyukur unjuk rasa yang melibatkan massa besar itu berlangsung damai.
Aspirasi pengunjuk rasa telah didengar pemerintah. Kini, kasus dugaan penistaan agama berada dalam wilayah kekuasaan yudikatif, bukan lagi eksekutif. Lima hakim, yakni Dwiarso Budi Santiarto, Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph Rahantoknam, dan I Wayan Wirjana, akan menjadi hakim untuk memutuskan kasus tersebut. Sidang perdana akan dilangsungkan Selasa, 13 Desember 2016.
Biarlah proses hukum berjalan. Kita hormati kewenangan majelis hakim memimpin persidangan yang terbuka untuk umum. Kita harus menghormati penetapan majelis hakim persidangan terbuka dapat diliput televisi secara langsung sehingga masyarakat akan mengetahui jalannya persidangan. Ini adalah bagian hak rakyat untuk mendapat informasi. Izin prinsip soal itu ada pada ketua majelis. Namun, pada sisi lain menjadi kewenangan pengelola televisi bagaimana menyiarkan sebuah persidangan. Sikap profesional dan taat pada kode etik jurnalistik serta berpegang pada pedoman penyiaran dituntut dalam proses sidang yang berpotensi memancing sensitivitas dan emosi publik. Itu adalah wilayah kebebasan pers.
Persidangan akan menghadirkan jaksa penuntut umum yang mewakili kepentingan publik dan negara. Tugas jaksa adalah membuktikan dakwaan dan menuntut terdakwa. Dalam persidangan akan hadir pembela yang punya fungsi membela kepentingan terdakwa. Saksi yang memberatkan atau meringankan akan hadir di persidangan untuk memberikan kesaksian, keterangan sesuai dengan kompetensinya. Kesaksian, pendapat saksi, bisa saja sama dengan pandangan masyarakat, tetapi bisa juga pendapatnya berbeda dengan masyarakat. Tidak boleh ada yang memaksakan kehendak dalam persidangan. Kita berharap hakim bisa memastikan saksi bisa memberikan keterangan tentang kasus itu dengan bebas, tanpa rasa takut.
Pada proses inilah kemandirian kekuasaan kehakiman diuji. Hanya hakimlah yang diberi kewenangan undang-undang untuk menyatakan seorang bersalah atau tidak bersalah. Kita berharap persidangan kasus Basuki yang menguras banyak energi publik dan melibatkan emosi masyarakat bisa diselesaikan dengan cepat.
Jika semua proses hukum itu berjalan sebagaimana mestinya dan hasilnya bisa diterima semua pihak dan prosesnya berjalan damai, itu akan menjadi modal untuk penguatan demokrasi Indonesia.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Ujian Kemandirian Hakim".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar