Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 11 Januari 2017

Menggugat Kenaikan Biaya Administrasi STNK (ALVIN LIE)

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 yang diberlakukan per 6 Januari 2017 telah menuai kritik dari sejumlah kalangan.

Ada tiga pemicu utama: biaya administrasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) naik drastis hingga 300 persen, diseminasi informasi minim, serta pernyataan pejabat terkait yang simpang siur dan terkesan lepas tangan.

Kenaikan biaya ini akan mengalirkan dana tambahan Rp 6 triliun lebih ke kas negara per tahun. Mengacu data BPS, pada 2014 tercatat 93 juta sepeda motor dan 12,6 juta mobil penumpang. Dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10 persen per tahun, diperkirakan akhir 2016 di Indonesia terdaftar sekitar 112,5 juta sepeda motor dan 15,2 juta mobil penumpang. Berdasarkan jumlah ini, pemerintah akan menerima tambahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 5,92 triliun per tahun. Dengan memperhitungkan jumlah mobil barang dan bus, tambahan pendapatan per tahun Rp 6 triliun lebih dengan potensi pertumbuhan 8-10 persen per tahun.

PP No 60/2016 jelas mengatur pemberlakuan biaya administrasi untuk pemungutan PKB sebagai PNBP. Berarti, selain membayar pajak, pemilik kendaraan bermotor juga membayar administrasi pemungutan pajak itu. Pemilik kendaraan bermotor sudah dibebani pajak atas kendaraan miliknya. Kenapa terhadap kendaraan yang sama masih dibebani PNBP? Ini beban ganda pada obyek pajak yang sama. Adilkah?

Untuk pelayanan administrasi tertentu memang pemerintah layak mengenakan biaya sebagai PNBP. Misalnya administrasi izin impor, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya. Namun, membebani rakyat yang akan membayar pajak dengan biaya administrasi sungguh kurang patut. Alangkah aneh jika untuk Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, serta Pajak Bumi dan Bangunan kena biaya administrasi.

Motivasi kenaikan

Menurut Kepala Polri, dengan kenaikan ini, biaya mengurus STNK di Indonesia masih paling rendah di dunia. Sebaiknya Kapolri meninjau kembali rujukan itu dan tak mencampuradukkan biaya administrasi dengan PKB. Di negara tetangga, pemilik kendaraan bermotor tak dikenai biaya administrasi untuk pembayaran pajak kendaraannya.

Ada dua argumen yang diajukan pemerintah sebagai alasan kenaikan. Pertama, biaya administrasi STNK dan BPKB belum pernah naik sejak 2010. Kedua, kenaikan ini untuk perbaikan kinerja dan pelayanan.

Terhadap argumen pertama, pemerintah perlu menjelaskan apakah kenaikan ini untuk menutup kerugian atau demi mendapatkan pendapatan lebih? Hingga kini belum ada pernyataan jelas.  Untuk argumen kedua, komponen pelayanan apa yang akan diperbaiki? Selama ini pemerintah belum menunjukkan peta perbaikan pelayanan  ke depan, besar anggaran yang diperlukan, dan tambahan kemudahan yang akan dinikmati pemilik kendaraan jika perbaikan dilakukan.

Idealnya, pemerintah terlebih dulu meningkatkan kualitas pelayanan sebelum menaikkan biaya meski untuk itu awalnya perlu tambahan alokasi anggaran negara. Mengapa untuk infrastruktur negara bersedia investasi, tetapi untuk pelayanan administrasi terkesan mengandalkan dana masyarakat sepenuhnya? Jika dua hal itu tak dipaparkan kepada publik, patut diduga motif kenaikan ini murni untuk mengisi pundi-pundi kas negara.

UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur fungsi utama Polri untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebagai penghasil pendapatan negara. Namun, PP No 60/2016 menempatkan Polri salah satu penghasil pendapatan negara.

 Pemerintah perlu meninjau kembali sistem STNK dan BPKB yang sudah usang. Sistem ini diterapkan sejak 1970-an dan tak mengikuti perkembangan teknologi. Buku BPKB yang tebal, sebagian besar halamannya tak digunakan dan datanya masih ditulis tangan. Lembar STNK dan BPKB dapat diganti dengan kartu elektronik atau sertifikat dengan barcode. Beberapa negara tetangga telah menerapkannya serta terbukti prosesnya lebih sederhana, cepat, dan efisien.

Alangkah baiknya pembayaran tahunan dilakukan online dan tanda terima pembayaran dikirimkan ke alamat pemilik kendaraan sehingga pemilik merasa perlu untuk melapor jika dia pindah alamat. Pembayaran PBB dapat dilakukan online, mengapa STNK tidak?

Untuk TNKB/pelat nomor, seharusnya biaya pemerintah jauh lebih murah karena skala ekonomis. Ironisnya, pemerintah mematok biaya Rp 60.000 untuk sepeda motor dan Rp 100.000 untuk mobil, sedangkan gerai-gerai komersial hanya mengutip Rp 25.000 untuk membuat pelat nomor dengan kualitas yang sama.

Pada 2012 terungkap skandal mark updan korupsi TNKB yang nilainya diperkirakan menembus Rp 500 miliar. Hal ini menunjukkan masih ada ruang untuk menurunkan biaya TNKB.

Pemerintah perlu lebih peka terhadap kenaikan biaya hidup yang mendadak. Kenaikan biaya administrasi PKB mencapai 300 persen yang dilaksanakan bersamaan dengan penghapusan subsidi pelanggan listrik 900 VA dapat memicu keresahan sosial dan berpotensi menjadi komoditas politik.

ALVIN LIE

 Anggota Ombudsman RI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Menggugat Kenaikan Biaya Administrasi STNK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger