Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 03 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Alih Kelola SMA/SMK (Kompas)

Evaluasi resmi alih kelola SMA/ SMK dari kota/kabupaten ke provinsi belum ada. Namun, di bulan kedua alih kelola, sudah terlihat berbagai persoalan.

Di antara berbagai persoalan itu, yang paling serius menyangkut persoalan guru. Tidak saja karena strategisnya kedudukan guru, sebagai pendidik maupun sebagai manusia yang perlu dihargai harkat-martabatnya, tetapi juga menyangkut persoalan profesi yang tidak pernah selesai dibenahi.

Pernyataan Plt Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru RI Unifah Rosyidi (Kompas, 2/2) bukan hanya pengingatan, melainkan kenyataan. Di antaranya, belum ada petunjuk teknis Kemendagri. Petunjuk teknis perlu ada agar tidak terjadi tabrakan antara UU yang mengatur pemerintahan daerah dan UU yang mengatur alih kelola SMA/SMK.

Petunjuk teknis ini acuan dan standar operasional pemerintah provinsi bekerja. Berdasarkan itu, alih kelola dengan salah satu persoalan pokok menyangkut guru bisa segera ditangani. Berbagai persoalan guru, seperti status dan peningkatan mutu serta jumlah dan kompetensinya, harus diselenggarakan secara terencana, tersistem, dan terstruktur.

Persoalan pertama alih kelola guru adalah data. Dibutuhkan peta profesional guru. Kenyataannya, jumlah dan kompetensi guru di atas kertas tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, baik yang berstatus PNS maupun honorer. Kompetensi yang didasarkan atas ijazah ataupun ujian kompetensi pun tidak sesuai. Alih kelola pun dilakukan secara spontan dan reaktif.

Belajar dari praksis pendidikan kita selama ini, keberadaan guru selalu dikesampingkan sebagai persoalan serius. Idiom guru kunci pendidikan sekadar jargon yang dihafal, tetapi tidak pernah ditangani serius. Selalu ditempatkan sebagai persoalan terakhir, begitu juga dalam proses alih kelola SMA/SMK mulai Januari 2017.

Menyangkut profesi guru, beberapa persoalan teratasi. Di antaranya distribusi segera bisa dilakukan karena relatif menyangkut tingkat provinsi guna mengatasi pemanfaatan oleh kepentingan politik dan pemerataan. Beban guru berstatus honorer bisa diatasi segera dengan menempatkan mereka di tempat yang membutuhkan.

Alih kelola SMA/SMK tidak sekadar memindahkan kewenangan, tetapi juga tanggung jawab, tidak hanya urusan pengalihan anggaran, tetapi pengelolaan praksis pendidikan. Bertahap memang, dan ini harus go on jalan disertai melakukan pekerjaan. Pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus yang hasilnya baru kelihatan setidaknya satu dekade ke depan. Artinya, tidak boleh jadi mainan, apalagi untuk kepentingan politik praktis.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Alih Kelola SMA/SMK".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger