Yang pertama, tentu keprihatinan kepada warga kota Avdiivka yang harus menderita di tengah cuaca dingin dengan suhu minus 18 derajat celsius tanpa pemanas.
Itulah yang terjadi manakala pasukan Pemerintah Ukraina terlibat dalam pertempuran dengan pemberontak yang pro Rusia di kota yang terletak di utara kota Donetsk ini. Pertempuran yang pecah akhir pekan lalu dan terus berlangsung hingga Rabu (1/2), dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai puluhan orang lainnya.
Sebelumnya, pemberontak separatis sudah memerangi pasukan pemerintah di bagian timur Ukraina sejak April 2014 dan seperti dicatat oleh CBS/AP, sekurang-kurangnya 9.700 orang tewas akibat konflik ini.
Kesepakatan damai dicapai hampir dua tahun silam di Minsk, Belarus, yang menyerukan pihak yang terlibat konflik untuk gencatan senjata dan mencapai penyelesaian politik. Namun, kesepakatan itu diremehkan karena pertempuran kecil dan tembakan artileri masih terus terjadi.
Apa penyebab pertempuran terakhir belum jelas, tetapi kedua pihak seperti ingin mendapat keuntungan dalam perundingan dari pertempuran yang terjadi.
Naiknya Donald Trump sebagai Presiden AS rupanya dipandang mengandung momentum oleh kedua pihak. Dari sisi Pemerintah Ukraina, yang khawatir pemimpin baru AS akan bersikap lembek terhadap Rusia, bisa memperlihatkan bahwa dengan konflik baru di Avdiivka menjadi bukti Rusia tidak bisa dipercaya. Rusia sendiri melihat, Kiev memprovokasi pertempuran sebagai dalih untuk menolak mematuhi Kesepakatan Minsk dan menyalahkan Rusia.
Dari sudut pandang lain, dengan menunjukkan bahwa pemberontak kuat, pertempuran terakhir bisa menjadi sinyal kepada Washington bahwa Moskwa-lah yang pegang kuasa di wilayah itu. Jika AS ingin ada perdamaian di Ukraina, ia harus menawarkan konsesi kepada Moskwa.
Pilihan yang terbuka sekarang ini, di tengah penderitaan warga Avdiivka, adalah membuka perundingan baru dan kerja sama antara Amerika Serikat dan Rusia.
Sebelum itu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), seperti dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg, menyerukan agar Rusia menggunakan pengaruhnya terhadap pemberontak untuk menghentikan pelanggaran paling serius atas gencatan senjata.
Hal kedua yang bisa kita catat tak bisa lain terkait dengan politik luar negeri AS di bawah Presiden Trump. Di satu sisi ada kesan Trump akan membina hubungan baik dengan Presiden Vladimir Putin, tetapi di sisi lain ia akan dihadapkan pada realitas yang ada di lapangan, seperti halnya di Ukraina.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Ukraina Memanas Lagi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar