Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 01 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Setelah Penembakan Ko Ni (Kompas)

Penembakan yang menewaskan ahli hukum terkemuka Myanmar, U Ko Ni, Minggu (29/1) sore, mengagetkan dunia politik negara itu.

Myanmar yang tengah menapak jalan demokrasi dihadapkan pada kekerasan bernuansa politik.

Ko Ni yang dikenal sebagai ahli hukum tata negara juga dikenal sebagai penasihat pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Dialah sosok perancang posisi "Konselar Negara" yang memungkinkan pemimpin NLD Aung San Suu Kyi mengemudikan pemerintahan.

Ko Ni ditembak sekembali dari Indonesia untuk studi banding tentang demokrasi dan resolusi konflik. Ia juga menulis enam buku tentang hak asasi manusia dan pemilu demokratis. Menurut The New York Times, Ko Ni juga aktif dalam pergerakan perdamaian antarkepercayaan. Pemakamannya yang diantar oleh sekitar 100.000 orang juga menyiratkan Ko Ni selain sosok besar juga dicintai.

Kasus pembunuhan ini menyisakan pertanyaan, apa motifnya?

Pernyataan NLD yang menyebut kasus ini merupakan pembunuhan politik memunculkan spekulasi.

Pertama, mungkin Ko Ni telah melangkah terlalu jauh. Ia merancang tata negara di luar konstitusi tahun 2008 yang disusun junta militer. Menurut konstitusi ini, warga Myanmar yang memiliki anggota keluarga berkewarganegaraan asing tidak bisa menduduki jabatan presiden. Ini menghalangi Suu Kyi yang memiliki suami dan anak berkewarganegaraan Inggris duduk di kursi presiden, meskipun partainya memenangi pemilu.

Pada sisi lain, Myanmar sedang dalam sorotan internasional karena dinilai membiarkan aksi kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Sebagai catatan, Ko Ni adalah seorang Muslim.

Selain menyisakan pertanyaan, fakta-fakta tersebut juga mengirim banyak pesan. Aksi Minggu lalu itu seperti ditujukan sebagai peringatan bagi para pemimpin NLD. Berikutnya, terhadap mereka yang punya inisiatif untuk mengubah Konstitusi 2008. Yang terakhir, aksi tersebut bisa mengguncang proses perdamaian yang kini tengah berlangsung di Myanmar.

Dilihat dari berbagai sisi, posisi Suu Kyi adalah yang paling terpojok. Ia sudah dikecam kalangan Muslim, dan ia juga terus dibayang-bayangi kekuasaan militer. Dalam perspektif ini, stabilitas politik di Myanmar sesungguhnya masih rentan dan mudah diguncang oleh insiden seperti penembakan Ko Ni. Kita berharap rakyat Myanmar bisa terus mengawal proses transisi demokrasi yang sejauh ini sudah bergullir.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Setelah Penembakan Ko Ni".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger