Fasilitas yang diluncurkan Presiden Joko Widodo di Tumang, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (30/1), itu diberikan dalam bentuk keringanan pajak berupa pembebasan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk impor barang modal dan bahan baku yang diperlukan bagi produksi IKM untuk tujuan ekspor.
Kemudahan juga diberikan dalam prosedur pelaksanaan realisasi ekspor. Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dalam perhitungan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, akan mampu menekan 20-25 persen biaya produksi. Tingginya biaya produksi selama ini membuat IKM sulit bersaing di pasar global. Akibatnya, kontribusi IKM terhadap total ekspor nasional tertinggal dari negara Asia Tenggara lain (Kompas, 31/1).
Kita mengapresiasi langkah pemerintah mengingat selama ini berbagai fasilitas kemudahan terkait ekspor lebih banyak difokuskan pada pelaku usaha besar. Kealpaan membangun IKM secara serius banyak menyumbang pada lemahnya fondasi struktur industri dan perekonomian nasional. Salah satunya fenomena struktur industri yang bolong di tengah karena absennya industri penunjang.
Peran IKM—dan secara umum UMKM—dalam perekonomian sendiri tak diragukan lagi. UMKM menyumbang sekitar 61,41 persen PDB dan 97 persen penyerapan tenaga kerja. UMKM juga menjadi tumpuan penerimaan pemerintah dari amnesti pajak setelah konglomerat.
Namun, hanya segelintir IKM atau UMKM yang mampu menembus pasar global. Partisipasi dalam jaringan produksi global (GVC) juga minim. Berbagai kendala yang menghambat antara lain tingginya biaya produksi, keterbatasan akses pasar, akses pembiayaan, kualitas SDM, serta minimnya riset dan teknologi dalam pengembangan produk.
Dalam kaitan ini, nota kesepahaman Menkeu-Menteri Perindustrian terkait pengembangan IKM berorientasi ekspor menjadi strategis. Demikian juga dukungan BI dan perbankan dalam pembiayaan, serta peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem berusaha yang kondusif.
Kita perlu belajar dari negara lain. Di Malaysia dan Thailand, misalnya, setiap UMKM didorong menjadi bagian dari GVC, dan diposisikan sebagai pemasok perusahaan multinasional. Kemitraan antara UMKM dan perusahaan multinasional atau industri besar yang bersaing di pasar global menjadi penting di sini.
Selain problem besar daya saing ekspor, IKM juga menghadapi tentangan berat di dalam negeri, yakni serbuan produk asing, yang diperkirakan akan kian sengit dengan kian terbukanya pasar. Kebijakan proteksionis AS dan negara maju lain akan membuat negara seperti Tiongkok mengalihkan produknya ke pasar lain, termasuk Indonesia.
Tanpa ditempuh langkah-langkah pengamanan, bukan tidak mungkin akan banyak IKM/UMKM gulung tikar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar