Kita mengetahui penderitaan akibat perang. Saatnya bersama menemukan keberanian untuk menyebarkan kedamaian dunia tanpa senjata nuklir.
Barack Obama di Hiroshima, 27 Mei 2016
Membaca pernyataan Obama yang dikutip dalam berita Kompas (Minggu, 12/2), membuat saya menetapkan hati untuk bersuara, tidak lagi diam atas situasi saat ini.
Almarhum ayah saya adalah pejuang. Ia kolonel infantri/14787 dengan Bintang Gerilya Nomor 00452, Bintang Sewindu APRI, dan Bintang Kartika Eka Paksi Kelas III. Pelbagai operasi militer telah dilaluinya.
Apabila masih hidup, ia pasti akan sedih sekali melihat pengerahan massa yang tidak ada hentinya. Kemerdekaan yang sudah ia rebut dengan susah payah, kebinekaan yang ia jaga dengan nyawanya, kini hendak dirusak oleh keinginan berkuasa kelompok-kelompok tertentu dengan memanfaatkan isu agama. Apakah cara ini menunjukkan keadaban bangsa Indonesia? Mengapa untuk menegakkan agama diwarnai dengan kekerasan dan tekanan massa?
Agama bukanlah persoalan. Yang menjadi persoalan itu manusianya. Menurut saya, agama itu ruang pribadi seseorang yang memberi kesempatan pada orang itu untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Saat ada seseorang yang ingin ikut berkomunikasi dengan Sang Pencipta, tinggal memberitahukan tata cara atau kebiasaan kita.
Saya menuliskan catatan ini untuk mewakili ayah saya yang sudah terbaring di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Jangan sampai kita merusak apa yang sudah diperjuangkan ayah saya dan para pejuang lainnya.
Marilah kita kembali mengisi republik ini dengan kejujuran, kebaikan, dan kerja keras. Jika hari-hari ini kita selalu diingatkan untuk berhati-hati menghadapi hoaks, saya ingin mengingatkan bahwa hoaks juga berwujud di dunia nyata melalui kesadaran yang keliru karena pembodohan yang bertubi-tubi dengan kata, kalimat, dan frasa yang dipelintir dengan menghadirkan tokoh panutan palsu seperti yang juga ditulis budayawan Radhar Panca Dahana di rubrik Opini Kompas, 13 Februari 2017.
Saya juga terinspirasi Adinda Al-fa Rania, murid kelas III asal Indonesia yang bersekolah di Shrevewood, Virginia, Amerika Serikat. Ia menyurati Obama karena takut pada pernyataan-pernyataan Donald Trump. Menurut Adinda, meski takut, yang minoritas harus bersuara dan manusia harus hidup saling menghormati (Kompas, 10/1).
NIKEN SURYATMINI, ANAK SEORANG PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KRAMAT PELA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN
Apartemen Mangkrak
Saya ingin menyampaikan rasa kecewa saya terhadap pengembang apartemen Pondok Kelapa Village (PKV) di Jl Haji Naman, Pondok Kelapa. Pengembangnya PT Gemilang Usaha Terbilang (PT GUT) dengan alamat Menara Prima Lingkar Kuningan Jakarta Selatan.
Tahun 2013, saya memesan dan membayar uang muka (DP) apartemen yang bisa dicicil 10 kali. DP 20 persen selesai dicicil pertengahan 2014.
Setelah DP, saya mengajukan kredit pemilikan apartemen (KPA). Seluruh persyaratan telah saya ajukan melalui pemasaran PKV. Namun, pengajuan KPA saya tidak ada kabarnya.
Saya telah menanyakan ke pemasaran Bank DKI Pondok Kelapa. Dijawab bahwa pengajuan tersebut belum dapat diproses karena kesepakatan kerja sama antara PKV dan Bank DKI belum ditandatangani pusat.
Waktu terus berjalan, status saya telah berkeluarga, dan tetap tidak ada info apa-apa dari PKV. Maret 2016, saya mencoba menelepon marketing gallerydan menanyakan perkembangan pembangunan, dijawab bahwa sedang ada pergantian perusahaan dari PT GUT ke PT XXX atau masuk investor baru.
Akhirnya, Januari 2017, saya mengirimkan surat kepada PT GUT viamessenger dan Marketing Gallery PKV. Namun, sampai saat ini tidak ada respons.
Saya mencoba telepon PT GUT untuk berbicara dengan bagian komunikasi atau layanan pelanggan, resepsionis mengatakan tidak tahu. Saya diminta menitip nomor telepon, ternyata tidak juga ditelepon balik.
Saya mencoba telepon ke marketing gallery PKV berkali-kali, akhirnya hanya diangkat petugas keamanan. Sudah empat tahun saya menunggu tanpa kepastian.
TIKA SAGITA, JL BUARAN, KLENDER, JAKARTA TIMUR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar